Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Miris! Jeritan Emak-emak Soal Minyak Goreng Murah Belum Berhenti, Rela Antre dari Jam Empat Subuh!

Miris! Jeritan Emak-emak Soal Minyak Goreng Murah Belum Berhenti, Rela Antre dari Jam Empat Subuh! Kredit Foto: Antara/Muhammad Arif Pribadi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Ketersediaan minyak goreng (migor) bersubsidi di Ibu Kota masih langka. Untuk bisa mendapatkan komoditas tersebut, warga harus rela antre berjam-jam.

Sejak subuh, pukul 04.00 WIB, antrean warga sudah mengular di Kepolisian Sektor Pesanggarahan, Jakarta Selatan, Minggu (6/3). Pemandangan tersebut terekam video yang diunggah akun @Kabarbintaro.

Mayoritas yang mengantre adalah emak-emak. Antrean mengular sampai ke jalan raya yang menghubungkan wilayah Bintaro, Tangerang Selatan, dengan Jakarta Selatan. Operasi migor itu semula ingin diselenggarakan mulai pukul 8 pagi. Namun karena warga sudah antre, operasi migor ini digelar lebih cepat, yakni pada pukul 6 pagi.

Kejadian serupa juga terlihat di Pejagalan, Penjaringan, Jakarta Utara, pada Senin (7/3). Tepatnya di Jalan Keting RT 07 RW 08. Ratusan warga berdesakan-desakan dengan membawa jerigen dan botol minyak. Mayoritas warga mengaku sudah menunggu dan mengantre sejak pagi. Salah satu warga, Fitri mengaku, mengantre sejak pukul 10.00 WIB.

Baca Juga: Ya Ampun... Masyarakat Masih Menjerit Soal Minyak Goreng, Menterinya Jokowi Mohon Siap-siap!

Fitri mendapat informasi pasar migor murah dari pengurus Rukun Tetangga (RT) setempat. “Tapi dibatasi 1 kupon cuma 2 liter. Kuponnya langsung dibagi sama RT,” kata Fitri. Warga lainnya,

Lia menyebut, banyak ibu rumah tangga resah karena stok minyak masih langka di pasaran. “Di minimarket, udah ada migor tapi bukan merek yang bagus. Di pasar tradisional dengar-dengar mahal dan langka,” kata Lia yang mengaku senang dengan adanya operasi pasar migor murah ini.

Warga lainnya, Ratna menyesalkan sulitnya mendapatkan migor. “Kesal sih. Sudah mahal langka pula. Kalaupun ada yang murah, antrenya panjang sekali,” keluhnya. Ratna berujar, ia lebih memilih harga naik sedikit ketimbang langka. “Daripada antre panjang dan memakan waktu kayak gini,” tegasnya.

Jangan Nimbun

Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengimbau, warga membeli migor secukupnya. Sesuai kebutuhan. Sebab, hingga saat ini masih ada pembatasan kuota pembelian terhadap komoditas itu. “Warga sebaiknya tidak membeli migor untuk stok. Kalau semua warga nyetok di rumah, waduh repot ya,” kata Riza di Balai Kota Jakarta, Senin (7/3).

Riza meminta, masyarakat memahami bahwa pembelian migor harus dibatasi. “Kenapa harus dibatasi, supaya tidak terjadi penumpukan juga ya,” ucapnya. Dia menyebut, Pemerintah Pusat berusaha maksimal menghadirkan dan memastikan ketersediaan migor. “Alhamdulillah bertahap, kita lihat minyak goreng sudah bisa dipenuhi sekalipun harus dibatasi,” katanya.

Ketua DPD Partai Gerindra DKI Jakarta ini memastikan ketersedian migor aman menjelang Ramadan. “Kami dan Pemerintah Pusat sudah berupaya menghadirkan dan memastikan ketersediaan minyak goreng,” ujarnya. Agar tidak terjadi penimbunan, Riza meminta aparat hukum untuk menindak tegas para penimbun. “Khususnya, para pengusaha yang ingin meraup keuntungan dalam kesempitan ini,” katanya.

Hasil survei Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengungkapkan, sebagian besar toko yang ada di wilayah Jakarta dan Bekasi tidak memiliki stok migor. Staf Bidang Penelitian YLKI, Niti Emil mengatakan, dari 30 toko yang disurvei, terdapat 57 persen atau 17 toko yang tidak memiliki stok minyak goreng. “Baik harga yang bersubsidi maupun harga yang masih mahal,” ujar Niti di acara Press Birefing YLKI tentang Advokasi Minyak Goreng secara virtual, beberapa waktu lalu.

Hasil survei juga menunjukkan, 30 persen atau 9 toko tidak memiliki ketersediaan minyak goreng yang tidak bersubsidi. Artinya, harganya masih tinggi. Kemudian, terdapat 10 persen atau 3 toko memiliki ketersediaan minyak goreng bersubsidi serta satu toko yang menyediakan minyak goreng dengan harga subsidi dan tidak bersubsidi.

YLKI juga melakukan survei tentang kesesuaian harga minyak dengan harga subsidi Pemerintah. Hasilnya, 69 persen atau 9 toko yang disurvei harganya di atas standar. “Ini berarti di pasaran harganya melebihi harga yang diberikan subsidi pemerintah,” kata Niti.

Selanjutnya, terdapat 15 persen atau dua toko yang menjual minyak goreng dengan harga sesuai standar Pemerintah. Kemudian, ada dua toko dengan persentase masing-masing 8 persen yang menjual harga sesuai dan di atas standar serta harga di bawah standar. “Berdasarkan penemuan kami itu, rata-rata harga minyak di pasaran Rp 16.171 per liter.

Dari harga rata-rata yang ditemukan pun masih agak tinggi dibandingkan dengan harga subsidi yang diberikan pemerintah,” jelasnya. Di samping itu, survei juga menunjukkan beberapa kendala tidak tersedianya minyak goreng bersubsidi. Setidaknya, terdapat 58 persen atau 15 toko yang stoknya kosong atau terbatas.

Alasannya pun beragam, mulai dari memang tidak ada stok atau stok yang tersedia sudah habis terjual. “Untuk pemesanan selanjutnya (ke distributor) agak lama. maka stoknya kosong dan terbatas, sehingga tidak bisa memenuhi semua kebutuhan masyarakat,” imbuh Niti. Kemudian, terdapat 38 persen atau 10 toko yang tidak mendapatkan akses supply minyak bersubsidi.

Hal ini mayoritas ditemukan di warung atau agen karena keduanya bukan tangan pertama untuk mendapatkan barang dari distributor yang menerima minyak bersubsidi. Selanjutnya, ada satu toko atau 4 persen yang memajang minyak gorengnya secara berkala. Artinya, stok minyak yang tersedia tidak seluruhnya dijual dalam satu waktu. Misalnya pada pagi atau malam hari saja.

Satuan Petugas (Satgas) Pangan Polri masih menemukan indikasi pengusaha menahan stok migor sehingga memicu kelangkaan dalam beberapa waktu terakhir. “Adanya pelaku usaha, baik produsen, distributor yang menahan atau hold stok minyak goreng.

Polri mengimbau untuk segera mendistribusikannya, jangan kurangi produksi dan alokasi distribusi,” kata Kasatgas Pangan Polri, Irjen Helmy Santika, Jumat (4/3). Ia menyebutkan bahwa para pelaku usaha tersebut manahan peredaran stoknya untuk menyesuaikan pola kegiatan dengan kebijakan baru mengenai Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan oleh pemerintah.

Baca Juga: Dibawa ke Ranah Hukum, yang Kemarin Ngerobohin Plang Nama Muhammadiyah Mohon Siap-siap!

Namun demikian, untuk menstabilkan harga barang maka proses pendistribusian harus lancar. Pasalnya, kata Helmy, stok migor di dalam negeri saat ini aman. “Kondisi kelangkaan minyak goreng dikarenakan saat ini para pelaku usaha masih menyesuaikan pola kegiatannya dengan kebijakan,” jelas dia. Namun, Kepolisian belum menemukan dugaan keterlibatan kartel ataupun pihak-pihak yang memainkan harga migor dengan cara ditimbun.

Dia menegaskan, Kepolisian bakal menindaklanjuti apabila masyarakat menemukan dugaan pelanggaran hukum dalam perdagangan minyak. “Yang paling terpenting adalah menjaga ketersediaan bahan pokok pangan. Salah satu cara terampuh untuk menjaga harga sembako adalah dengan menjaga ketersediaan stok dan menjaga keseimbangan supply and demand,” ucapnya. [DRS]

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Bayu Muhardianto

Bagikan Artikel: