Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Keras! Balas Dendam Putin Gak Main-main, Jerman Akhirnya Terdampak Juga

Keras! Balas Dendam Putin Gak Main-main, Jerman Akhirnya Terdampak Juga Kredit Foto: Reuters/Sputnik/Mikhail Klimentyev
Warta Ekonomi, Berlin -

Pemerintahan Presiden Vladimir Putin telah mengusir 40 diplomat Jerman sebagai tanggapan atas 'keputusan tidak bersahabat' Berlin yang mengusir diplomat Rusia atas konflik Ukraina. Kementerian luar negeri (Kemenlu) Rusia mengumumkan langkah itu pada Senin (25/4/2022).

Kemenlu Rusia mengaku pihaknya telah memanggil duta besar Jerman di Moskow, dan menyerahkan padanya sebuah catatan yang 'menyatakan persona non grata terhadap 40 karyawan diplomat Jerman di Rusia'. Keputusan itu, lanjut kementerian, adalah sebagai bagian dari 'tanggapan simetris' atas aksi Jerman.

Baca Juga: Bergemuruh, Ratusan Kendaraan Tempur Jerman Bergerak menuju Ukraina, Rusia Pasrah?

"Protes keras telah dibuat untuk kepala misi diplomatik Jerman di Moskow sehubungan dengan keputusan tidak bersahabat pemerintah Jerman yang secara terbuka mengusir diplomat Rusia," kata Kemenlu Rusia dalam sebuah pernyataan, dikutip dari Al Jazeera.

Diperkirakan lebih dari 100 orang Jerman akan terpengaruh oleh keputusan tersebut, dengan kerabat para diplomat juga terpaksa meninggalkan negara itu.

Dalam responnya, Menteri Luar Negeri Jerman Annalena Baerbock, mengatakan bahwa langkah Kremlin sudah diprediksi. Namun, Baerbock menegaskan bahwa aksi 'balas dendam' Moskow sama sekali tidak bisa dijustifikasi.

Baerbock kemudian menjelaskan duduk perkara pengusiran 40 diplomat Rusia, menyebut bahwa mereka dipulangkan lantaran 'tidak melayani diplomasi selama satu hari'. Sedangkan, para diplomat Jerman yang didepak Rusia 'tidak melakukan kesalahan', kata Baerbock.

Sebelumnya pada bulan April, Jerman mengatakan telah mengusir sejumlah besar diplomat Rusia, di tengah langkah serupa oleh negara-negara Eropa lainnya. Baerbock pada saat itu mengatakan keputusan itu sebagai tanggapan atas 'kebrutalan yang luar biasa' dari pasukan Rusia saat menginvasi tetangganya yang pro-Barat, Ukraina.

"Orang-orang Rusia yang diusir adalah mata-mata yang bekerja setiap hari di sini, di Jerman. Mereka melawan kebebasan kita, melawan kohesi masyarakat kita," kata Baerbock menggambarkan pengusiran tersebut.

Baerbock menambahkan bahwa pekerjaan mereka adalah 'ancaman bagi warga yang mencari perlindungan di Jerman'.

Rusia pun menyebut retorika Baerbock sebagai 'hal yang tidak bisa diterima'. Kemenlu Rusia menambahkan bahwa keputusan Berlin 'dimotivasi oleh pernyataan yang benar-benar salah', bahwa pekerjaan karyawan yang disebutkan di atas bertujuan untuk merusak 'kebebasan Jerman' dan 'persatuan masyarakat Jerman'. Kemenlu Rusia juga menyinggung soal sindiran tentang apa yang terjadi di Ukraina.

Hubungan yang memburuk

Perang di Ukraina dan sanksi yang kemudian dikenakan pada Rusia telah membuat hubungan Jerman-Rusia hancur sampai pada tingkat yang tidak terlihat sejak Perang Dingin. Pada hari Senin, Presiden Jerman Frank-Walter Steinmeier menyebut pembenaran Putin yang 'menghalalkan' perang di Ukraina sebagai tanda sinismenya yang 'kejam;.

"Tidak ada hal lain yang paling bisa menunjukkan betapa kejamnya sinisme Putin yang telah membenarkan perang ini, selain melihat nasib para penyintas Holocaust ini," ujar Steinmeier saat berbicara selama pertemuan dengan para penyintas Holocaust Ukraina di Berlin.

Putin telah berargumen bahwa invasinya ke Ukraina adalah upaya untuk membendung fasisme dan untuk 'denazifikasi' tetangganya itu. Namun, tidak terbukti bahwa fasisme telah menguasai Ukraina menjelang invasi.

Steinmeier sendiri, sementara itu, sempat mendapat kecaman dalam beberapa pekan terakhir. Duta besar Ukraina untuk Jerman sebelumnya telah mempertanyakan soal 'kedekatan Steinmeier dengan Rusia' selama beberapa dekade dalam politiknya.

Diketahui, presiden Jerman itu pernah menjadi salah satu orang kepercayaan terdekat mantan Kanselir Gerhard Schroeder dan kemudian menjabat sebagai menteri luar negeri di bawah Kanselir Angela Merkel. Keduanya dipandang sebagai arsitek dari sikap pro-Rusia yang meledak pada awal perang.

Schroeder adalah kepala dari dewan pengawas perusahaan minyak raksasa pemerintah Rusia, Rosneft. Ia juga menjabat sebagai ketua komite pemegang saham perusahaan pipa Nord Stream yang kontroversial. Schroeder pun dinilai telah gagal memberikan kritik terhadap Putin setelah invasi Rusia ke Ukraina.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: