Makin Terungkap! Ternyata Ada Dana Umat yang Mengalir ke Perusahaan Pendiri ACT
Temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang menyebut adanya aliran dana yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) yang mengalir ke sebuah perusahaan yang berafiliasi dengan salah satu pendiri lembaga ini, berpeluang menjadi satu alat bukti untuk memproses kasus dugaan penyelewengan dana ACT secara pidana.
Hal itu diungkap Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Ronald Rofiandri. Dia mengatakan kepolisian hanya membutuhkan satu alat bukti lagi.
Baca Juga: Waduh Waduh... Terendus Juga Aliran Dana ACT, Salah Satunya ke Organisasi Teroris
"Jadi unsur pidananya, salah satunya sudah terpenuhi, tentu setidaknya penegak hukum membutuhkan satu alat bukti lagi," kata Ronald saat dihubungi Suara.com pada Kamis (7/7/2022).
Guna mengumpulkan alat bukti kedua, kepolisian perlu menelusuri lebih jauh temuan-temuan PPATK terkait dugaan penyelewengan dana ACT.
"Itu bisa dilihat dalam transaksi selama ini, apakah dari kegiatan-kegiatan atau dari komitmen yang bisa berujung kepada peredaran uang atau barang," ujar Ronald.
Dia menjelaskan, ACT merupakan lembaga yang berbadan hukum yayasan, sehingga kerangka hukumnya merujuk pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan.
Merujuk pada Pasal 5 ayat 1 Undang-undang ini, disebutkan, 'Kekayaan Yayasan baik berupa uang, barang, maupun kekayaan lain yang diperoleh Yayasan berdasarkan Undang-undang ini, dilarang dialihkan atau dibagikan secara langsung atau tidak langsung, baik dalam bentuk gaji, upah, maupun honorarium, atau bentuk lain yang dapat dinilai dengan uang kepada Pembina, Pengurus dan Pengawas.'
Kemudian ayat 2 disebutkan, 'Pengecualian atas ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat ditentukan dalam Anggaran Dasar Yayasan bahwa Pengurus menerima gaji, upah, atas honorarium, dalam hal Pengurus Yayasan :
- bukan pendiri Yayasan dan tidak terafiliasi dengan Pendiri, Pembina, dan Pengawas; dan
- melaksanakan kepengurusan Yayasan secara langsung dan penuh.'
"Sekarang kami melihat dari temuan PPATK ini, umumnya individu yang mendirikan suatu yayasan itu turut andil dalam kepengurusan. Dalam posisi sebagai badan pembina ya. Pendiri ditempatkan di badan pembina," jelas Ronald.
Melihat temuan PPATK dan merujuk pada Pasal 5 Ayat 1 dan 2 Undang-Undang Yayasan, diduga telah ditemukan pelanggaran dalam aliran dana ACT. Dalam temuan PPTAK yang diungkap, dana ACT mengalir senilai Rp30 miliar ke perusahaan yang berafiliasi dengan pendirinya.
"Nah ini yang dalam Undang-Undang Yayasan jelas tidak diperbolehkan. Ada larangan, bagi pengurus yang menerima katakanlah sampai 30 miliar ini," kata Ronald.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Adrial Akbar