Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Dukung ACT untuk Berbenah, Ketua MUI Tegas: Jangan Matikan Lumbungnya, Tapi Coba Bersihkan

Dukung ACT untuk Berbenah, Ketua MUI Tegas: Jangan Matikan Lumbungnya, Tapi Coba Bersihkan Kredit Foto: Istimewa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kasus yang menjerat lembaga filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT) memicu reaksi dari banyak pihak, termasuk Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) bidang Ekonomi Syariah dan Halal Sholahudin Al Aiyubi. Ia meminta agar organisasi tersebut tak dihentikan.

Pada acara jumpa pers Halal Award 2022 di IPB International Convention Center Bogor, Kamis (7/7/2022), dia mengatakan yang perlu dilakukan di ACT adalah evaluasi bersama, pengelola, pengawasan masyarakat, dan regulasi pemerintah terhadap organisasi tersebut agar tidak terjadi penyimpangan lagi.

Baca Juga: Banyak Pembela ACT Padahal Kena Kasus Selewengkan Dana Umat, Denny Siregar Ngaku Jijik: Mereka Mandi Duit Rp70 Miliar

"Filantropi lembaga zakat dan hal yang sejenisnya adalah amanah, kalau ada ketidaksesuaian aspek keamanahan itu, memang harus dievaluasi. Akan tetapi, lembaga semacam ACT merupakan aset dan oleh karena itu kami mendorong dilakukan pembersihan tapi jangan sampai dimatikan," katanya.

Dia menambahkan, sebaiknya pemerintah mengurungkan wacana pencabutan izin Yayasan ACT karena organisasi pengumpul dana untuk kemaslahatan umat itu merupakan aset yang hanya perlu dibersihkan dari oknum penyeleweng dana.

Baca Juga: Fadli Zon Singgung Oknum Koruptor Dana Bansos Usai Kemensos Cabut Izin ACT: Harusnya Jangan Otoriter!

Rencana pencabutan izin ACT oleh pemerintah telah menjadi perhatian secara internal di pihak ACT, sehingga pembenahan sedang dilakukan di dalam organisasi tersebut. Hal itu bertujuan agar ada evaluasi kembali mengenai pencabutan izin organisasi tersebut secara lebih mendasar.

ACT menjadi sorotan masyarakat setelah majalah Tempo merilis investigasi mengenai dugaan penyelewengan dana donasi umat yang cukup besar, biaya operasional dan gaji petinggi ACT yang terlampau tinggi.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ayu Almas

Bagikan Artikel: