Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Dr. Raymond R. Tjandrawinata: Prospek Populasi Dunia di Masa Depan

Dr. Raymond R. Tjandrawinata: Prospek Populasi Dunia di Masa Depan Kredit Foto: Istimewa

Pergeseran demografis ini akan memiliki konsekuensi geopolitik. Sejak tahun 1950 Tiongkok dan India telah bertanggung jawab atas 35% pertumbuhan penduduk dunia. Namun, populasi Tiongkok diproyeksikan akan mulai turun segera setelah tahun ini. Meskipun pemerintah negara tersebut sekarang mengizinkan perempuan untuk memiliki masing-masing tiga anak, kenyataanya, mereka hanya mempunyai rata-rata hanya 1,2 anak saja. Pada tahun 2050, negara ini akan menjadi 8% lebih kecil.

Sementara itu, populasi India akan terus tumbuh, meskipun pada tingkat yang lebih lambat secara bertahap. Populasi India akan memuncak pada 1,7 miliar pada tahun 2064, hampir 50% lebih tinggi daripada di Tiongkok. Hal ini tentunya akan menambah bobot klaimnya untuk memainkan peran yang jauh lebih besar dalam urusan dunia.

Baca Juga: BKKBN dan DPR Kawal Bonus Demografi 2024: 1.000 HPK Itu Penting, Simak!

Proyeksi baru mencakup 6 tren besar sebagai berikut:

  1. Secara keseluruhan, angka kelahiran bayi akan lebih rendah, tetapi tingkat kesuburan tetap tinggi di beberapa bagian dunia. Saat ini, dua pertiga penduduk dunia tinggal di negara atau daerah yang tingkat kesuburannya di bawah 2,1 kelahiran per wanita. Pada tahun 2021, rata-rata kesuburan tetap di atas tingkat itu di Afrika sub-Sahara (pada 4,6 anak), Oseania, tidak termasuk Australia dan Selandia Baru (3,1), Afrika Utara dan Asia Barat (2,8), dan Asia Tengah dan Selatan (2,3). Tingkat kesuburan global, yang turun dari 3,3 kelahiran per wanita pada tahun 1990 menjadi 2,3 pada tahun 2021, diproyeksikan akan terus menurun, menjadi 2,1 pada tahun 2050. Hal yang sama akan ditemukan di Indonesia. Angka kelahiran kasar Indonesia diproyeksikan akan turun menjadi 15,9 kelahiran per 1.000 penduduk pada periode 2025- 2030, 13,3 pada periode 2045-2050 dan 10,7 pada periode 2095-2100. Jadi, angka kelahiran kasar Indonesia diproyeksikan akan berkurang sekitar separuh antara periode 2005-2010 dan 2095-2100;
  2. Orang akan hidup lebih lama, tetapi mereka yang hidup di negara-negara termiskin mempunyai usia harapan hidup 7 tahun di bawah dari rata-rata global. Usia harapan hidup saat lahir secara global, yang meningkat dari 64,0 tahun pada tahun 1990 menjadi 72,8 pada tahun 2019, diperkirakan akan meningkat lebih lanjut, mencapai 77,2 pada tahun 2050. Walaupun kemajuan besar telah dicapai dalam menutup perbedaan umur panjang antar negara, kesenjangan besar tetap ada. Pada tahun 2021, harapan hidup saat lahir di negara-negara kurang berkembang tertinggal 7 tahun di belakang rata-rata global. Untuk Indonesia, studi PBB mengungkap tingkat harapan hidup penduduk Indonesia pada 2050 akan meningkat mendekati usia 75 tahun;
  3. Populasi dunia menua, dan orang di atas 65 tahun adalah kelompok usia dengan pertumbuhan tercepat. Pada tahun 2050, satu dari enam penduduk dunia akan berusia di atas 65 (16%), naik dari satu dari sepuluh pada tahun 2022 (10%). Pada tahun 2050, menurut proyeksi PBB, jumlah orang berusia 65 tahun atau lebih akan lebih dari dua kali lipat jumlah anak di bawah usia 5 tahun dan setara dengan jumlah anak di bawah 12 tahun. Jumlah orang berusia 80 tahun atau lebih diproyeksikan tiga kali lipat dari 157 juta pada tahun 2022 menjadi 459 juta pada tahun 2050. Indonesia akan mengalami penuaan populasi yang nyata yang didorong oleh penurunan tingkat kesuburan total. Misalnya, rasio ketergantungan usia (65+/15–64) diproyeksikan meningkat dari kurang dari 10% (pada tahun 2020) menjadi lebih dari 46% pada tahun 2100. Hal ini juga dikaitkan dengan peningkatan usia harapan hidup, terutama pada usia yang lebih tua. Bagi mereka yang berusia 65 tahun, harapan hidup diproyeksikan meningkat hampir 20 tahun pada tahun 2100 (yang hampir dua kali lipat dari harapan hidup pada pertengahan abad kedua puluh);
  4. Makin banyak negara yang mengalami pengurangan jumlah populasi karena tingkat kesuburan yang makin rendah dan, dalam beberapa kasus, tingkat migrasi yang tinggi. Dari tahun 2022 hingga 2050, populasi 61 negara atau wilayah diperkirakan akan turun setidaknya 1%; setengah dari mereka mungkin mengalami penurunan populasi setidaknya 10%. Populasi Tiongkok akan turun 110 juta, atau hampir 8%, antara tahun 2022 dan 2050. Populasi Indonesia diproyeksikan mulai menurun pada paruh kedua abad ini. Indonesia diperkirakan akan menduduki ranking dunia dengan jumlah populasi terbesar pada urutan ke enam pada tahun 2050, dan ranking ke tujuh pada tahun 2100;
  5. Rasio ketergantungan hari tua akan meningkat. Rasio ini didefinisikan sebagai persentase penduduk berusia 65+ relatif terhadap penduduk usia kerja berusia 20–64 tahun. Rasio ketergantungan hari tua di Indonesia hanya meningkat sedikit dalam 60 tahun terakhir menjadi lebih dari 10% pada tahun 2020, tetapi rasio tersebut diproyeksikan meningkat dengan kelipatan 5 (menjadi sekitar 50%) pada tahun 2100;
  6. Migrasi telah menjadi komponen utama perubahan populasi di beberapa negara. Dari tahun 2000 hingga 2020, jumlah imigran yang diterima oleh negara-negara berpenghasilan tinggi melebihi kenaikan alami bersih negara-negara tersebut (kelahiran dikurangi kematian). Beberapa pergerakan migrasi terbesar, terutama dari Bangladesh, Nepal, dan Sri Lanka, terjadi karena dorongan permintaan tenaga kerja di negara-negara berpenghasilan tinggi, disamping sebagai akibat dari konflik bersenjata kekerasan di negara-negara tempat para migran pergi, terutama untuk kasus Suriah, Venezuela, dan Myanmar.

Pada akhirnya, perubahan demografis yang begitu mencolok di Indonesia dan negara-negara lainnya selama abad ini akan memiliki implikasi ekonomi yang luas. Di banyak negara Asia dan khususnya di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, perubahan demografis ini terjadi hampir pada waktu yang bersamaan dan akan memberikan tantangan khusus yaitu bagaimana mendukung sosial ekonomi dan kesehatan penduduk dengan usia lanjut.

Akan ada lebih sedikit orang produktif yang menyokong kehidupan orang tua mereka dan harapan hidup yang lebih besar dengan peningkatan kelangsungan hidup terutama pada usia yang lebih tua. Yang penting, perubahan demografis ini menyoroti urgensi pengembangan kebijakan sosial formal serta kebijakan fiskal yang dapat menyokong demografis penduduk ke depan, disamping mencegah kemiskinan skala besar di antara kelompok yang lebih tua.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: