Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Aneh, Jelang Panen Tembakau Kok Ada Kenaikan CHT, Ada Apa?

Aneh, Jelang Panen Tembakau Kok Ada Kenaikan CHT, Ada Apa? Kredit Foto: Mochamad Ali Topan

Selain itu, lanjut Soeseno, ada 2.5 juta petani tembakau dan 1.5 juta petani cengkeh yang sedang berada dalam ketidakpastian akibat sinyalemen opsi kenaikan CHT 2023. Ironisnya, kata dia, rencana pengumuman kenaikan CHT selalu berdekatan dengan momentum panen tembakau sehingga pada akhirnya akan membuat spekulasi harga di market tembakau. 

"Target kenaikan CHT 2023 jelas akan memukul industri. Pada akhirnya, petani akan terkena efek domino. Opsi kenaikan cukai ini tidak adil. Saat petani bersiap menjual tembakaunya, spekulan akan memainkan harga begitu ada rencana kenaikan cukai. Sehingga petani dipaksa untuk menjual tembakau dengan harga murah," sebut Soeseno. 

Baca Juga: Petani Tembakau Minta Pemerintah Tidak Naikkan Cukai Tahun Depan

Sebagai komitmen mengawal Jatim yang merupakan penyumbang 60 persen produksi tembakau nasional, Anggota Komisi B DPRD Provinsi Jatim, Agus Dono Wibawanto, memandang penting bahwa sudah saatnya konsumen melegalisasi gerakan kolektif yang telah berjalan selama ini. Ia menegaskan pihaknya siap memperjuangkan hak partisipatif dan suara elemen ekosistem pertembakauan. 

"Tembakau itu bukan sekedar komoditas atau produk. Tembakau itu adalah histori, warisan sejarah, dan budaya yang telah mendarah daging. Tembakau pun punya manfaat luar biasa yang banyak tidak diketahui masyarakat. Oleh karena itu, mari kita perjuangkan keberlangsungan tembakau dan tolak kenaikan cukai hasil tembakau," kata legislator, anggota fraksi Partai Demokrat ini.

Akademisi Universitas Airlangga Surabaya, Suko Widodo mengatakan hak partisipatif konsumen selama ini masih minim dalam pembentukan hingga implementasi regulasi ekosistem pertembakauan. Sebagai negara demokrasi, Suko Widodo menegaskan sangat penting untuk merangkul dan mengajak elemen ekosistem pertembakauan dari hulu hingga hilir dalam proses pembentukan kebijakan. Karena pada akhirnya, petani, pekerja, pabrikan, dan konsumenlah yang menjadi sasaran dan korban akhir dari opsi rencana kenaikan CHT. 

"Pada dasarnya, sebuah regulasi dibentuk harus dapat mewujudkan rasa keadilan, ketertiban, kedamaian dan kesejahteraan. Dengan minimnya pelibatan konsumen, maka tidak ada unsur keterbukaan dan keadilan dalam regulasi ekosistem pertembakauan. Makanya, dampak regulasi pertembakauan ini semrawut dan memakan banyak korban," beber Suko Widodo. 

Baca Juga: Masih Relevan Kendalikan Konsumsi Tembakau, Pakar Nilai Perubahan PP 109/2012 Tidak Ada Urgensinya

Di sisi lain, Sekjen Serikat Rakyat Miskin Indonesia (SRMI) Iskohar menuturkan upaya pemerintah menaikkan cukai hasil tembakau tidak serta merta menurunkan jumlah konsumsi tembakau. Justru sebaliknya, rencana kenaikan cukai hasil tembakau membuat konsumen cepat beralih ke produk dengan kualitas di bawahnya (downgrade). 

"Bahkan sebenarnya, dengan menaikkan cukai, pemerintah justru memuluskan menjamurnya rokok ilegal. Sehingga kerugiannya semakin besar," pungkas Iskohar.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Mochamad Ali Topan
Editor: Ayu Almas

Bagikan Artikel: