Ditanya Soal Membeli Minyak Rusia, Jokowi Bilang Pertimbangkan 'Semua Opsi'
Presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi) mengatakan melihat "semua opsi" untuk mempertimbangkan membeli minyak Rusia, seperti negara Asia lainnya termasuk India dan China.
"Kami selalu memantau semua opsi. Jika ada negara (dan) mereka memberikan harga yang lebih baik, tentu saja," kata Jokowi dalam wawancara dengan Financial Times, menanggapi pertanyaan apakah Indonesia akan membeli minyak Rusia.
Baca Juga: Taipan Minyak Rusia Lukoil Tewas Terjun Bebas dari Jendela Rumah Sakit, Ada Kaitan dengan Putin?
Indonesia belum mengimpor minyak dalam jumlah besar dari Rusia selama bertahun-tahun, tetapi pemerintah Jokowi berada di bawah tekanan yang meningkat untuk mengekang kenaikan biaya setelah dipaksa untuk menaikkan beberapa harga bahan bakar hingga 30 persen bulan ini.
"Ada kewajiban bagi pemerintah untuk mencari berbagai sumber untuk memenuhi kebutuhan energi rakyatnya. Kami ingin mencari solusi,” tambah Jokowi, berbicara di istana kepresidenan di Jakarta.
Setiap langkah untuk membeli minyak Rusia dengan harga di atas batas yang ditetapkan oleh negara-negara G7 dapat membuat Indonesia rentan terhadap sanksi Amerika Serikat karena tengah bersiap untuk menjadi tuan rumah KTT G20 di Bali pada bulan November.
Komentar Jokowi menggarisbawahi kesulitan bagi banyak negara ketika mereka mencoba menavigasi geopolitik dan krisis energi yang melanda rumah tangga dan bisnis di seluruh dunia.
Moskow telah menawarkan untuk menjual minyak ke Indonesia dengan harga 30 persen lebih rendah dari harga pasar internasional, menurut menteri pariwisata negara itu.
Pertamina, perusahaan minyak milik negara Indonesia, mengatakan pada Agustus bahwa pihaknya sedang mengkaji risiko membeli minyak Rusia.
Tetapi AS pekan lalu mengancam akan menjatuhkan sanksi kepada pembeli minyak Rusia yang tidak mematuhi batas harga yang direncanakan dan yang menggunakan layanan barat dalam transaksi, meningkatkan potensi risiko bagi negara-negara yang berurusan dengan Moskow.
Keputusan Indonesia untuk mengurangi subsidi energi bulan ini didorong oleh kenaikan biaya subsidi bahan bakar tiga kali lipat dari anggaran semula, menjadi Rp502,4 triliun ($34 miliar).
Ekonomi Indonesia telah melewati krisis energi berkat konsumsi domestik yang kuat dan harga yang tinggi untuk dua ekspor terbesarnya, batu bara dan minyak sawit, dengan produk domestik bruto tumbuh 5,44 persen pada kuartal kedua dari tahun sebelumnya.
Namun kenaikan harga BBM diperkirakan akan mendorong inflasi lebih tinggi dan memaksa bank sentral, Bank Indonesia, untuk menaikkan suku bunga, yang berpotensi memukul pertumbuhan ekonomi.
“Energi erat kaitannya dengan kepentingan terbaik rakyat,” kata Jokowi.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto