Pemerintah resmi menetapkan penyesuaian harga beberapa Bahan Bakar Minyak (BBM), baik subsidi maupun nonsubsidi.
"Hari ini, 3 September 2022 pukul 13:30 WIB pemerintah memutuskan untuk menyesuaikan harga BBM," ujar Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif dalam konferensi pers virtual, Sabtu (3/9/2022).
Arifin mengatakan terdapat tiga jenis BBM yang dilakukan penyesuaian di antaranya adalah dua BBM subsidi dan satu BBM nonsubsidi.
"Pertalite dari Rp7.650 menjadi Rp10.000 per liter, kemudian solar subsidi dari Rp5.150 menjadi Rp6.800 per liter, Pertamax nonsubsidi dari Rp12.500 menjadi Rp14,500 per liter, ini berlaku satu jam sejak saat diumumkan penyesuaian harga ini berarti berlaku sejak pukul 14.30 WIB," ujarnya.
Pada kesempatan itu, Presiden Joko Widodo mengatakan untuk melindungi rakyat dari gejolak harga minyak dunia, pemerintah sebenarnya ingin harga BBM dalam negeri tetap terjangkau dengan memberikan subsidi.
Namun, melihat data yang ada kompensasi BBM pada tahun 2022 telah meningkat sebanyak tiga kali lipat dari Rp152,5 triliun menjadi Rp502,4 triliiun dan akan terus meningkat lagi.
"Dan lagi lebih dari 70 persen subsidi justru dinikmati oleh kelompok masyarakat yang mampu yaitu pemilik mobil pribadi mestinya uang negara harus diprioritaskan untuk memberikan subsidi kepada masyarakat kurang mampu dan saat ini pemerintah harus membuat keputusan dalam situasi yang sulit," ujar Joko Widodo.
Lanjutnya, keputusan tersebut merupakan keputusan terakhir pemerintah, yaitu mengalihkan BBM sehingga harga beberapa jenis BBM yang selama ini mendapat subsidi akan mengalami penyesuaian dan sebagian subsidi BBM akan dialihkan untuk bantuan yang lebih tepat sasaran.
"BLT BBM sebesar Rp12,4 triliun rupiah yang diberikan kepada 20,65 juta keluargga kurang mampu sebesar Rp150 ribu per bulan dan mulai diberikan September selama empat bulan, pemerintah juga menyiapkan anggaran sebesar Rp9,6 triliun rupiah untuk 16 juta pekerjaan dengan gaji maksimum Rp3,5 juta per bulan dalam bentuk subsidi upah yang diberikan sebesar Rp600 ribu," ungkapnya.
Selain itu, ia juga meminta kepada pemerintah daerah untuk menggunakan 2 persen dana transfer umum sebesar Rp2,17 triliun untuk bantuan angkatan umum, bantuan ojek online dan nelayan.
"Pemerintah berkomitmen agar penggunaan subsidi yang merupakan uang rakyat agar tepat sasaran, subsidi harus menguntungkan masyarakat yang kurang mampu," tutupnya.
Pro-Kontra dari Pelaku Usaha
Ketua Umum DPD HIPPI Provinsi DKI Jakarta Sarman Simanjorang mengatakan pelaku usaha memahami dan mengerti kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM yang selama ini disubsidi.
"Tidak ada pilihan karena memang gejolak harga minyak mentah dunia yang tidak bisa dihindari. Besaran kenaikan BBM ini masih di angka yang moderat, artinya harga yang masih terjangkau oleh masyarakat sehingga inflasi dan daya beli masyarakat tetap bisa terjaga," ujar Sarman dalam keterangan tertulis yang diterima, Sabtu (3/9/2022).
Sarman mengatakan kenaikan BBM ini tentu sudah diantisipasi pelaku usaha dengan siap menyesuaikannya karena langsung atau tidak langsung akan berpengaruh terhadap dunia usaha.
"Kita berharap agar pemerintah mampu mengambil kebijakan yang tepat atas dampak kenaikan BBM misalnya seperti kenaikan tarif transportasi dan logistik harus seimbang," ujarnya.
Selain itu, juga mengendalikan harga-harga pokok pangan dan gas sehingga mampu mengendalikan dan menjaga inflasi dan konsumsi rumah tangga sehingga pertumbuhan ekonomi di kuartal III dan IV 2022 tetap di atas 5 persen.
Dengan harapan terjaganya daya beli atau konsumsi rumah tangga, maka omzet pelaku usaha tidak turun secara drastis sehingga tidak menurunkan produktivitas pelaku usaha.
Sarman melanjutkan, pelaku usaha juga mengapresiasi pemerintah yang sudah menyiapkan dana bansos tambahan sebesar Rp24,17 triliun yang akan disalurkan kepada 20,65 juta kelompok keluarga penerima manfaat dalam bentuk tunai sebesar Rp150.000 dan diberikan selama empat kali.
Juga bantuan subsidi upah sebesar Rp600.000 per bulan yang diberikan kepada pekerja dengan gaji maksimal Rp3,5juta per bulan yang menyasar 16 juta pekerja.
"Ini merupakan bentuk antisipasi pemerintah yang kita hargai, sehingga dampak kenaikan BBM dapat menahan laju inflasi dan konsumsi rumah tangga tetap bergairah. Pemerintah Daerah juga akan mengalokasikan 2 persen dari dana transfer umum atau Dana Alokasi Umum dan Dana Bagi Hasil dalam bentuk subsidi transportasi. Pelaku usaha berharap agar berbagai bansos dan subsidi yang akan didistribusikan pemerintah harus tepat waktu dan tepat sasaran. Jangan sampai ada lagi warga yang menerima yang bukan haknya, untuk itu diperlukan data yang akurat dan pengawasan yang tepat," ungkapnya.
Lanjutnya, pelaku usaha juga mengajak berbagai kalangan agar dapat memahami kebijakan pemerintah yang menaikkan harga BBM bersubsidi, sesuatu yang tidak mudah bagi Pemerintah untuk mengambil kebijakan ini.
Keputusan pemerintah untuk melakukan penyesuaian terhadap beberapa BBM membuat pengusaha warung makan berencana menyesuaikan harga beberapa makanan yang dijajakan.
Ketua Komunitas Warteg Nusantara (Kowantara) Mukroni mengatakan rencana tersebut muncul karena kenaikan BBM diprediksi akan berdampak pada mahalnya harga bahan pangan di pasaran.
"Kalau presentase kenaikan lebih dari 20, tentunya kami Kowantara berat untuk bertahan tidak menaikkan harga menu di warteg, sekarang lagi menghitung-hitung kenaikan," ujar Mukroni saat dikonfirmasi Warta Ekonomi, Senin (5/9/2022).
Mukroni mengatakan, sebenarnya biaya yang besar ada pada sewa atau kontrakan tempat yang kadang kala warteg bisa tutup karena tidak mampu membayar sewa.
Salah satunya akibat pandemi Covid-19 ditambah lagi dengan adanya kenaikan harga BBM, maka secara otomatis bahan makanan akan mengalami kenaikan dan membuat sulit pengusaha warung makan untuk memperpanjang tempat sewa.
"Kisaran kami tidak mungkin menaikkan harga di atas 20 persen jika daya beli belum sepenuhnya pulih. Tapi jika bahan pokok naiknya sudah di atas 50 persen mungkin kita bisa naikkan harga di bawah 20 persen, " ujarnya.
"Yang kami takutkan dari Kowantara adalah untuk sewa tahun depan apakah kami bisa membayar biaya sewa atau kontrakan dengan posisi tipis keuntungan karena kenaikan BBM," tambahnya.
Lanjutnya, Mukroni merasa prihatin atas kenaikan harga BBM karena kenaikan harga BBM ini akan mengerek harga pangan selanjutnya, sementara kondisi daya beli rakyat belum pulih.
"Seperti (ekonomi) rakyat bawah ini belum pulih sepenuhnya, tidak bisa menolak lagi sudah dinaikkan," tutupnya.
Berdampak ke Nelayan dan Pedagang Pasar
Sekretaris Jenderal Serikat Nelayan Indonesia Budi Laksana mengatakan kabar tersebut menjadi awan kelam bagi para nelayan. Pasalnya, nelayan baru saja keluar dari masalah pandemi Covid-19 kurang lebih dua tahun.
"Nelayan mengalami harga jual ikan yang turun hingga 80 persen akibat Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM)," ujar Budi dalam keterangan tertulis yang diterima, Senin (5/9/2022)
Budi mengatakan, sejak harga jual ikan mulai stabil dengan ada kenaikan harga dalam delapan bulan, nelayan justru dihadapkan kembali pada masalah kenaikan harga BBM yang menjadi hal yang sangat utama bagi kebutuhan para nelayan saat melakukaan aktivitas penangkapan ikan.
Pasalnya BBM terutama jenis solar adalah 90 persen kebutuhan nelayan di antara kebutuhan lainnya saat nelayan bekerja di laut.
"Solar subsidi, nelayan kecil seperti tidak disubsidi dan nelayan rajungan semakin menderita," ujarnya.
Lanjutnya, walaupun harga BBM sudah resmi mengalami kenaikan, kenyataannya nelayan kecil tidak pernah merasakan harga solar yang sesuai diumumkan oleh pemerintah.
"Kenyataannya harga solar yang dibeli nelayan di setiap daerah rata-rata adalah Rp7.000 hingga Rp8.000 per liternya. Jauh yang dipatok pemerintah dari harga Rp5.150 sebelumnya menjadi Rp6.800. Carut-marutnya tata kelola pendistribusian BBM menjadi kendala para nelayan kecil mengakses BBM bersubsidi," ungkapnya.
Menurutnya, nelayan kecil yang posisinya sudah dijamin berdasarkan UU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan masih kesulitan dalam mengakses BBM bersubsidi.
"Kartu Usaha Kelautan dan Perikanan (KUSUKA) juga tidak mempunyai dampaknya di lapangan. Kalau beli di SPBU umum saja kita dikenakan biaya cas," ujarnya.
Lebih lanjut, kesulitan akses BBM bagi nelayan juga dirasakan oleh hampir nelayan di setiap daerah. Kesulitan akses BBM membuat para nelayan pada akhirnya harus membeli solar di warung yang harga solarnya relatif lebih tinggi.
"Tidak pernah beli di SPBN tetapi di warung. Kadang yang SPBN-nya sudah habis," ujar Karnen, nelayan asal Kabupaten Cirebon.
Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) menolak keras kenaikan harga BBM pada saat kondisi perekonomian negeri ini tidak baik-baik saja.
Sekretaris Jenderal DPP IKAPPI Reynaldi Sarijowan mengatakan, desakan dari anggota di seluruh indonesia mulai terasa dampaknya terhadap kenaikan harga BBM memaksa DPP IKAPPI untuk menindaklanjuti desakan dan tekanan dari anggota.
"DPP IKAPPI terus melakukan kajian dan upaya-upaya konkrit untuk mempercepat konsolidasi dan melakukan penguatan terhadap anggota dikarenakan dampak harga BBM yang sudah mulai terasa," Ujar Reynaldi dalam keterangan tertulis yang diterima, Rabu (7/9/2022).
Reynaldi mengatakan, di beberapa daerah harga sudah mengalami peningkatan seperti cabai merah keriting Rp90.000 per Kg, cabai merah TW Rp74.000 per Kg, cabai rawit merah Rp70.000 per Kg, cabai rawit hijau Rp55.000 per Kg, bawang merah Rp40.000 per Kg, bawang putih Rp35.000 per Kg, ayam Rp42.000 per Kg, telur Rp29.000 per Kg, dan daging Rp149.000 per Kg.
"Selain itu, daya beli masyarakat juga per hari ini ada penurunan hingga 37 persen sehingga ini meresahkan pedagang pasar di seluruh indonesia, kami sedang mengupayakan langkah-langkah serta upaya-upaya yang memungkinkan untuk menjaga agar pedagang kami tidak ‘kolaps’," ujarnya.
Lanjutnya, kondisi pedagang yang sudah mengalami gelombang keras pada saat pandemi Covid-19 ditambah lagi dengan kenaikan BBM ini akan berakibat fatal terhadap tingkat penurunan perekonomian pedagang pasar di seluruh Indonesia.
"Kami mendorong agar pedagang tetap bersabar dalam sehari-dua hari ini konsolidasi itu akan kita lakukan, kami sedang membangun komunikasi dengan semua pengurus di level kabupaten/kota untuk dapat bertemu di Jakarta dalam rangka Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) menyiasati dan mengupayakan langkah-langkah apa yang kami ambil di kemudian hari," ungkapnya.
Maka dari itu, IKAPPI berharap pemerintah mencabut kenaikan harga BBM atau melakukan upaya-upaya yang memungkinkan untuk meringankan beban pedagang.
"Jika tidak, maka langkah-langkah lain akan kami lakukan secara maksimal, kami sedang melakukan konsolidasi dan akan merekomendasikan upaya-upaya ke depan untuk anggota kami pedagang pasar di seluruh Indonesia dengan membentuk Front Persatuan Menolak Kenaikan BBM," tutupnya.
Harga Komoditas Naik
Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute, Achmad Nur Hidayat mengatakan bahwa kenaikan harga BBM ini pasti akan langsung disusul kenaikan berbagai harga komoditas kehidupan lainnya.
"Langkah pemerintah ini sungguh amat kejam di tengah kondisi masyarakat yang berada di bawah himpitan ekonomi yang sulit dan daya beli yang masih sangat rendah pemerintah dengan teganya justru menaikkan harga BBM," Achmad dalam keterangan tertulis yang diterima, Sabtu (3/9/2022).
Achmad mengatakan, saat ini harga minyak dunia sedang turun, mestinya pemerintah masih dapat menunda kenaikan harga BBM.
Menurutnya, kenaikan BBM subsidi pada Sabtu (3/9/2022) dilakukan pada waktu yang tidak tepat. Karena kenaikan BBM ini akan berdampak pada kenaikan harga berbagai bahan pangan dan kebutuhan masyarakat lainnya.
"Masyarakat saat ini tidak siap dengan berbagai kenaikan tersebut," ujarnya.
Lanjutnya, masyarakat Indonesia saat ini sudah jatuh lalu tertimpa tangga akibat kenaikan harga BBM ini. Akibat dari pandemi yang menghantam ekonomi masyarakat belum usai, kini harus dihadapkan pada berbagai kenaikan harga.
"Pemerintah telah benar-benar menciptakan penderitaan bagi masyarakat," ungkapnya.
Lebih lanjut, Achmad menilai dampak dari kenaikan BBM, Indonesia terancam stagflasi. Kenaikan berbagai harga harga tidak diikuti oleh kesempatan kerja bahkan terdapat potensi PHK besar-besaran karena pabrik-pabrik juga akan keberatan menghadapi dampak dari kenaikan harga BBM.
Ditambah lagi, bantalan sosial yang digelontorkan sebesar Rp24,17 triliun tidak akan sebanding dengan tingkat risiko yang akan ditanggung atas kebijakan kenaikan BBM.
"Pemerintah bisa menggunakan defisit anggaran yang masih ada ruang di atas 3% sebagaimana UU membolehkan untuk mempertahankan subsidi BBM, dan juga proyek-proyek infrastruktur yang lemah proyeksi benefitnya terhadap APBN harus dialihkan dulu untuk menangani subsidi BBM, contohnya tunda pembangunan IKN dan PMN Kereta Api Cepat," paparnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Djati Waluyo
Editor: Rosmayanti