Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Program BLT Bukan Kerugian Keuangan Negara

Program BLT Bukan Kerugian Keuangan Negara Kredit Foto: Dokumen Pribadi

“Tanpa ada pebuatan melawan hukum, Tanpa ada kerugian keuangan negara dan tanpa ada memperkaya diri sendiri atau orang lain tidak ada yang korupsi. Ketiga unsur haruslah diuraikan secara jelas dan terang dan kemudian dibuktikan di depan pengadilan,” jelas Hotman.

Tetapi dalam beberapa kali persidangan, lanjut Hotman, bisa dikatakan ketiga unsur kabur. Tidak terdapat hubungan sebab akibat antara satu unsur dengan unsur lain. Tidak terdapat hubungan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh terdakwa dengan kerugian keuangan negara.  

“Sehingga, tidak terdapat hubungan sebab akibat antara kerugian keuangan negara dengan memperkaya perusahaan,” kata Hotman. 

Hotman mengatakan, terdakwa kasus dugaan korupsi pemberian izin ekspor CPO tak bisa dijatuhi sanksi pidana karena berstatus korban inkonsistensi kebijakan di Kementerian Perdagangan (Kemendag).  

Tuduhan korupsi Persetujuan Ekspor (PE) minyak goreng berawal dari aturan pemerintah terkait dengan 20% kewajiban DMO, dan ketentuan harga penjualan di dalam negeri (DPO) atas komoditas CPO dan turunannya. 

“Aturan tersebut, syarat mutlak bagi para produsen CPO, dan turunannya, untuk mendapatkan PE CPO dan turunannya ke luar negeri. Hal tersebut dianggap sebagai salah satu penyebab terjadinya kelangkaan, dan pelambungan harga tinggi komoditas minyak goreng sejak akhir 2021 lalu,” kata Hotman. 

Akademisi Universitas Indonesia yang juga Ketua Tim Peneliti LPEM-UI Eugenia Mardanugraha menilai gonta-ganti kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO) menimbulkan risiko ketidakpastian dan menciptakan inefisiensi dalam perdagangan minyak sawit. 

Karena selama lebih dari 6 bulan diterapkan, kebijakan non tariff barrier ini justru membatasi volume ekspor yang berimbas pada terhambatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Sejak kebijakan DMO dan DPO diberlakukan, dampak yang paling dirasakan adalah permintaan tandan buah segar (TBS) turun dan  petani sawit mengalami kesulitan menjual TBS. Hal ini karena pemerintah tidak mempunyai kajian yang mumpuni terkait kebijakan DMO dan DPO sebelum diberlakukan.

“Karena terbukti in-efisiensi, Sebaliknya kebijakan DMO dan DPO dihapus. Jika ini dilakukan, otomatis, harga TBS akan naik dengan sendirinya serta produktivitas dan kesejahteraan petani meningkat,” katanya. 

Petani sawit jelas pihak yang paling dirugikan dalam larangan ekspor CPO yang jika ditotal lebih besar daripada  BLT yang dikucurkan kepada masyarakat terkait BLT minyak goreng.

Tentu kalau Presiden melalui APBN memberikan BLT menjadi kerugian keuangan negara mengapa  BLT malah dianggarkan dan dilanjutkan seperti BLT kenaikan BBM sampai saat ini. Tentunya harus fair dihitung juga kerugian masyarakat khususnya petani sawit sebagai pihak yang paling dirugikan akibat larangan ekspor.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Bagikan Artikel: