TGIPF Sebut Gas Air Mata di Kanjuruhan Kedaluwarsa: Senjata untuk Melumpuhkan bukan Mematikan
Menanggapi temuan Komnas HAM terkait penggunaan gas air mata kedaluwarsa dalam kerusuhan di Kanjuruhan pada Sabtu (1/10/2022) lalu, Anggota Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF), Rhenald Kasali, menyebut hal itu merupakan penyimpangan yang dilakukan aparat.
"Tentu itu adalah penyimpangan, tentu itu adalah pelanggaran. Karena gas air mata itu, ingat ini adalah kalau kepolisian itu adalah sekarang ini bukan military police, bukan polisi yang berbasis militer, tapi ini adalah civilian police," kata Rhenald pada wartawan di Gedung Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Senin (10/10/2022).
Baca Juga: Buntut Kerusuhan di Kanjuruhan, APPI Sampaikan Poin Penting ke TGIPF, Simak!
Dengan begitu, Rhenald menilai seharusnya aparat kepolisian ditangankanani kitab HAM. Dia menyebut, kepolisian menggunakan senjata hanya sebatas melumpuhkan untuk menghindari agresivitas antarpihak.
"Jadi bukan senjata untuk mematikan, tapi senjata untuk melumpuhkan supaya tidak menimbulkan agresivitas, yang terjadi adalah justru mematikan. Jadi ini tentu harus diperbaiki," jelasnya.
Baca Juga: PSSI Sebut Kanjuruhan Belum Standar FIFA, Warganet Jadi Ingat Kejadian JIS
Selain itu, Rhenald juga menyebut bahwa para korban yang terkena gas air mata, umumnya tidak merasakan apa-apa pada hari yang sama. Tetapi, kata Rhenald, keesokan harinya korban mengalami sejumlah gangguan pada mata dan alat pernapasannya.
Hal tersebut dia katakan untuk merespons korban Kanjuruhan yang matanya memerah sehari setelah terpapar gas air mata yang diduga kedaluwarsa pada saat ditembakkan ke arah tribun penonton.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Andi Hidayat
Editor: Ayu Almas
Tag Terkait: