PTUN Kabulkan Gugatan 3 Institusi Pendidikan Kesehatan, Perguruan Tinggi Kesehatan Bisa Kembali Gelar Uji Kompetensi Mandiri
"Ke depannya kami berharap Menteri Nadiem dapat menghormati dan mematuhi Putusan PTUN Jakarta dengan membubarkan Komite Uji Kompetensi Nasional den mengembalikan kewenangan pelaksanaan uji kompetensi mahasiswa bidang kesehatan kepada masing-masing perguruan tinggi sesuai dengan amanat Undang-Undang Tenaga Kesehatan," ujar Ryand menambahkan.
Untuk diketahui, duduk perkara ini dimulai ketika penggugat mengajukan gugatan tertanggal 30 Juni 2022, yang didaftarkan di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta secara e-court pada 30 Juni 2022, dengan Register Perkara Nomor: 185/G/2022/PTUN.JKT.
Adapun latar belakang perkara ini untuk diketahui, sebelum Mendikbudristek membentuk Komite Nasional Uji Kompetensi, pada 2016 lalu Menristekdikti telah pernah membentuk lembaga serupa yang hampir identik dengan nama Panitia Uji Kompetensi Nasional.
Baca Juga: Mendikbudristek Nadiem Makarim Gerak Cepat Soal Akses Pendidikan di Cianjur Pascagempa
Lembaga tersebut berjalan selama kurang lebih tiga tahun hingga 2019 sebelum akhirnya dibubarkan seiring dengan dicabut dan dibatalkannya Permenristekdikti 12/2016 yang menjadi dasar pembentukan Panitia Uji Kompetensi Nasional oleh Menristekdikti kala itu.
Selain karena banyaknya protes dari berbagai perguruan tinggi kesehatan di seluruh Indonesia, pencabutan ini dikarenakan penerapan Uji Kompetensi berbasis komputer (computer based test/CBT) yang terpusat dan dilaksanakan oleh Panitia Uji Kompetensi Nasional – equivalen dengan Komite Nasional Uji Kompetensi dalam Objek Gugatan – dinilai bermasalah dan tidak ideal.
Seolah mengulangi kesalahan yang sama, pada tahun 2020 Menteri Nadiem Makarim kembali membentuk kembali Komite Nasional Uji Kompetensi melalui Kepmendikbudristek dengan menabrak pelbagai peraturan perundang-undangan terutama Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan (UU 36/2014).
Meskipun menurut UU 36/2014, kewenangan melaksanakan Uji Kompetensi Mahasiswa Bidang Kesehatan ada pada perguruan tinggi, Objek Gugatan malah membentuk lembaga baru yakni Komite Nasional Uji Kompetensi sebagai pelaksana Uji Kompetensi Mahasiswa Bidang Kesehatan.
Namun demikian, meskipun pelaksanaan Uji Kompetensi Mahasiswa Bidang Kesehatan telah dialihkan kepada Komite Nasional Uji Kompetensi, tanggung jawab penerbitan Sertifikat Kompetensi tetap berada pada perguruan tinggi.
Padahal, sebagai akibat pengambilalihan kewenangan tersebut, perguruan tinggi tidak lagi memiliki andil dalam penentuan kriteria, standar, dan output dari Uji Kompetensi Mahasiswa Bidang Kesehatan.
Dengan demikian, peran perguruan tinggi direduksi menjadi hanya sebatas 'tukang stempel' dan 'tukang cetak' sertifikat kompetensi karena tidak lagi memiliki fungsi quality control.
Selain itu, dalam penerapannya, objek gugatan tidak hanya berdampak pada hilang kewenangan perguruan tinggi sebagai pelaksana Uji Kompetensi.
Baca Juga: Suksesnya Festival Literasi Siswa Indonesia, Kemendikbudristek: Terus Gelorakan Membaca dan Menulis!
Penerapan objek gugatan juga berdampak pada kelangsungan studi mahasiswa bidang kesehatan secara luas.
Adanya pengaturan bahwa uji kompetensi sebagai prasyarat kelulusan, kerap menghalangi/menunda kelulusan mahasiswa kesehatan yang seharusnya sudah dapat diwisuda. Para Penggugat mencatat setidak-tidaknya terdapat 320.000 orang mahasiswa bidang kesehatan yang terhalang lulus akibat Uji Kompetensi ini.
Dari 320.000 mahasiswa tersebut tidak sedikit pula mahasiswa dari pelbagai pelosok Indonesia yang tidak dapat lulus. Sebab harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk menempuh perjalanan hingga ke luar kota untuk mengikuti ujian di kota lain karena kampusnya tidak memiliki fasilitas yang memadai untuk menyelenggarakan ujian kompetensi berbasis komputer secara daring.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ayu Almas
Tag Terkait: