Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Mencapai Ketertelusuran Minyak Sawit Indonesia yang Berkelanjutan

Mencapai Ketertelusuran Minyak Sawit Indonesia yang Berkelanjutan Kredit Foto: Antara/Akbar Tado
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pemerintah dapat memudahkan tercapainya ketertelusuran atau traceability minyak sawit dengan mempertajam permintaan data dan keterbukaan informasi untuk perizinan konsesi lahan dan integrasi sistem penelusuran lembaga sertifikasi sawit berkelanjutan yang ada. Urgensi persyaratan ketertelusuran semakin meningkat dan diminta oleh konsumen global saat ini.

"Tantangan ketertelusuran ini masih banyak di Indonesia, di mana data luasan kebun kelapa sawit saja masih berbeda-beda, masih tumpang tindih, atau bahkan seringkali jauh dari angka yang semestinya," ujar Aditya Alta, Head of Agriculture Research dari Center for Indonesian Policy Studies (CIPS).

Baca Juga: Mengenal Impor Minyak Sawit dalam Kawasan yang Terapkan Deforestation Free

Meningkatnya kesadaran akan isu lingkungan, sosial, serta hak asasi manusia, terutama di negara-negara konsumen utama minyak sawit, telah mendorong konsumen minyak nabati ini untuk semakin menuntut ketertelusuran produk yang jelas.

Konsumen merasa berhak mengetahui apakah minyak sawit atau produk pangan dan pertanian lainnya yang ingin mereka konsumsi diproduksi dan diolah secara berkelanjutan.

Organisasi Standar Internasional (ISO) mendefinisikan ketertelusuran sebagai "kemampuan menelusuri sejarah, penerapan, atau lokasi dari produk yang sedang diperhatikan."

Sementara Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) menjelaskan ketertelusuran sebagai "kemampuan menelusuri pergerakan bahan pangan melalui tahap-tahap produksi, pengolahan, dan distribusi."

Baca Juga: Dewan CPOPC Perkuat Kerja Sama Negara Produsen Minyak Sawit Dunia

Di Indonesia, tantangan penelusuran produk pangan dan pertanian, termasuk minyak sawit, terutama terletak pada permasalahan tumpang tindih kepemilikan lahan, yang terjadi antara lain karena kelemahan kebijakan tata kelola lahan dan peraturan konsesi, serta ketiadaan peta tunggal yang dapat diterima semua pihak.

Data mengenai kebun sawit dapat diperoleh dari data yang diajukan untuk memperoleh Surat Tanda Daftar Budidaya (STD-B) bagi kebun dengan luas di bawah 25 hektare atau izin lokasi untuk penanaman modal bagi kebun dengan luas di atas 25 hektare.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ayu Almas

Bagikan Artikel: