Puji Kebijakan Makro yang Diambil Pemerintah, CIPS: Indonesia Relatif Aman dari Dampak Resesi
Hasran juga melihat kondisi ini akan membuat industri membayar biaya bunga pinjaman yang lebih tinggi. Untuk meminimalisir ini, industri akan lebih memilih mengurangi produksinya dan mengurangi jumlah tenaga kerja.
"Kondisi ini akan menyebabkan berkurangnya daya beli karena masyarakat akan memprioritaskan konsumsinya pada hal-hal yang dianggap penting. Hal ini akan berdampak pada pertumbuhan sektorsektor terkait," tambahnya.
Masyarakat kurang mampu adalah mereka yang paling terdampak dengan adanya krisis biaya hidup karena mereka tidak memiliki banyak pilihan. Naiknya inflasi akan sangat memangkas pendapatan mereka.
Laporan BPS menunjukkan, semenjak pulih dari pandemi Covid-19, data kemsikinan per Maret 2022 menunjukkan adanya penurunan sebesar 0,60 persen dibanding Maret 2021. Namun, ketika inflasi menghantam perekonomian, kemiskinan kembali meningkat sebesar 0,03 persen di September 2022.
Baca Juga: Bank Sumut IPO di Tengah Resesi Global dan Isu Negatif Mobile Banking
Masyarakat berpenghasilan rendah harus mengalokasikan konsumsinya pada pos-pos yang lebih penting berdasarkan skala prioritas, seperti mengurangi pengeluaran di luar konsumsi pangan. Di saat yang sama, pemerintah perlu mempertimbangkan alokasi bantuan sosial yang lebih terarah dan lebih menyasar masyarakat berpenghasilan rendah.
Berkurangnya permintaan di Eropa dan Amerika sebagai dampak dari krisis biaya hidup ini akan mempengaruhi produksi dan margin perusahaan-perusahaan multinasional atau perusahaan manufaktur di Indonesia. Dalam masa ini, perusahaan akan bisa saja melakukan PHK. Sedangkan lapangan pekerjaan baru yang dibuka akan lebih sedikit.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ayu Almas
Tag Terkait:
Advertisement