Ketua Asosiasi Kader Sosio Ekonomi (Akses), Suroto menilai bahwa kondisi utang Indonesia saat ini sebetulnya saat ini sudah cukup memprihatinkan.
Pasalnya, setiap tahun utang negara bukan turun tapi meningkat terus, dan di masa pemerintahan Jokowi terjadi lonjakan cukup drastis hingga menembus di atas angka Rp7.600 triliun. Ini artinya setiap bayi baru lahir menanggung beban utang kurang lebih Rp28 juta.
Diperkirakan banyak ekonom, jika pemerintahan Jokowi - Maruf Amin ini berjalan sampai 2024 maka akan mewariskan utang hingga Rp10.000 triliun lebih, sehingga sstiap orang dan termasuk bayi yang akan lahir menanggung beban utang sebesar Rp36 juta. Baca Juga: Mimpi Besar di Tengah Utang Menggunung, Pengamat Kritik Jokowi: Awas! Indonesia Bisa Jadi Negara Miskin dan Terbelakang
"Kondisinya bukan lagi gali lobang tutup lobang tapi gali lobang buat jurang. Artinya untuk membayar utang dan bunganya negara harus berutang," ujar Suroto melalui keterangan resminya yang dikutip di Jakarta, Sabtu (17/6/2023).
Soal utang ini, lanjut Dia, pemerintah dan para pendukungnya selalu membangun narasi bahwa seakan posisi utang kita dalam posisi aman-aman saja. Narasi yang menyesatkan masyarakat itu seakan kita ini rasio utangnya jika dibandingkan dengan misalnya Jepang masih sangat baik dibandingkan dengan angka Produk Domestik Bruto ( PDB) negara tersebut.
"Masyarakat lupa, bahwa sesungguhnya utang itu kaitannya justru paling penting dihitung dengan kemampuan bayarnya dan juga tentu daya dukung indikator ekonomi makro lainya. Seperti rasio terhadap ekspornya, rasio utang jangka pendeknya, rasio bagian utang luar negerinya, termasuk rasio utang yang dikonsesikan," pungkasnya.
Suroto menuturkan, jika dibandingkan dengan Jepang misalnya tentu kita sudah pasti sangat jauh sekali kualitasnya. Kemampuan bayar dan indikator daya dukung stabilitas ekonomi makro mereka jauh lebih kuat dari negara kita.
Sementara, cadangan devisa negara kita itu saat ini juga jika dibandingkan dengan Jepang sangat jauh. Kita pada akhir Mei saja hanya memiliki cadangan devisa kurang lebih US$138 miliar. Sementara Jepang angkanya sudah US$ 1.171.
Nilai cadangan kita itu juga begitu mudah merosot oleh gejolak ekonomi dunia. Sebut saja misalnya, krisis moneter yang terjadi pada tahun 1997 yang mana cadangan kita habis hanya untuk pertahankan nilai rupiah kita yang rontok diguncang habis oleh para spekulan. Baca Juga: Soal Utang Negara, Sri Mulyani Selalu Bandingkan dengan AS, Inggris dan Jerman, Misbakhun: Tidak Apple to Apple
"Rakyat, saya dan Anda adalah pemegang kedaulatan tertinggi di republik ini. Bukan Presiden atau Menteri. Mereka adalah pelayan yang kita bayar dari pajak. Mereka tidak boleh kita biarkan ugal-ugalan atur cara kelola uang rumah tangga kita. Kita harus lakukan sesuatu untuk mengontrol dan mencegahnya. Jokowi dalam kampanyenya berjanji stop utang bukan menambah utang. Utang hari ini, keugal-ugalan kita hari ini adalah beban hari depan, dan kehancuran masa depan bagi generasi kita ke depan," tegas Suroto.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Fajar Sulaiman
Tag Terkait:
Advertisement