Nuki Agya Utama, Direktur Eksekutif ASEAN Centre for Energy (ACE), mengatakan bahwa rumah tangga serta industri menjadi sektor konsumen migas yang utama. Asia Tenggara, lanjut dia, merupakan kawasan yang paling bergantung terhadap keberadaan migas.
"Konsumsi energi migas sekitar 50%-56% ini sangat besar terutama perlu dipertimbangkan Asia Tenggara mempertahankan sumber daya migas secara bijaksana. Semua diskusi berkaitan energi, orang-orang mereka hanya berpkir EBT, tidak memikirkan migas. Namun, di ASEAN kita masih mencari migas," jelas Nuki.
Baca Juga: Dorong Energi Hijau, PLN NP Akan Bangkitkan 6,3 GW EBT Lima Tahun ke Depan
Negara-negara ASEAN harus memiliki kesamaan visi dalam mengantisipasi tren konsumsi migas ke depan. Ketika CCS/CCUS sudah berjalan dengan baik, otomatis konsumsi pasti akan meningkat.
"Antisipasi ketergantungan kepada migas karena ini berkaitan dengan ketahanan energi. Kebijakan harus bisa menjembatani kerja sama antarsumber energi. Apakah 100% menuju EBT atau bertahap atau berusaha optimalkan hidrokarbon yang kita miliki," ujar Nuki.
Dwi Soetjipto, Kepala SKK Migas, menyatakan para pelaku usaha hulu migas sudah cukup baik beradaptasi terhadap tuntutan perubahan zaman. Perusahaan banyak yang sudah menyentuh sektor EBT untuk meningkatkan kontribusi penurunan emisi di operasional hulu migas. Ini membuktikan bahwa kesadaran akan keberlanjutan bisnis migas tetap tinggi.
"Industri migas saat ini tidak hanya berurusan dengan migas, tetapi juga dengan energi terbarukan karena itu merupakan bagian dari kesadaran akan lingkungan, walaupun tetap fokus di migas," kaya Dwi.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Advertisement