Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

TikTok dan Segala Kultur Belanja, E-commerce dan Social-commerce Apakah Berbeda?

TikTok dan Segala Kultur Belanja, E-commerce dan Social-commerce Apakah Berbeda? Kredit Foto: Unsplash/Collabstr
Warta Ekonomi, Jakarta -

Bisnis e-commerce semakin berkembang pesat, dengan persaingan yang semakin sengit karena TikTok telah memasuki ranah bisnis e-commerce. Nilai transaksi TikTok tumbuh 4 kali lipat hanya dalam setahun pada 2022 setelah luncurkan TikTok Shop.

Jadi, TikTok bukan lagi hanya sekedar media sosial, TikTok sudah berubah menjadi live commerce. Tapi, apa sih live commerce itu? dan apa bedanya dengan e-commerce dan social commerce?

Baca Juga: Respons Kemenkominfo soal TikTok Dipisah dari TikTok Shop: Kita Kembali Saja pada Aturan

CEO dan Co-founder di Corporate Innovation Asia (CIAS) Dr. Indrawan Nugroho, menjelaskan bahwa social commerce adalah media sosial seperti Instagram, Twitter, Facebook, dan TikTok, yang fungsinya telah diperkaya dengan tambahan fitur marketplace

Social commerce berkembang pesat karena para pengguna media sosial sering kali melakukan jual beli barang melalui akun pribadi mereka.

“Apalagi, pengguna media sosial itu didominasi oleh generasi milenial, yang akan menyumbang setengah dari populasi dunia pada 2030. Merekalah yang kekuatan belanjanya akan terus bertambah seiring dengan pertambahan usia mereka,” ujar Indrawan, dikutip dari kanal Youtube-nya pada Kamis (14/09/2023).

Dunia e-commerce mulai menjadi tren baru pada 2019, itulah yang disebut dengan live commerce atau live shopping. Pionirnya adalah Lazada, disusul oleh platform e-commerce lainnya seperti Shopee dengan peluncuran Shopee Live dan Tokopedia dengan Tokopedia Play.

Baca Juga: Mengenal Nakiirana, Tiktoker Inspiratif dengan 1 Juta Followers

Fenomena live shopping ini telah berkembang dengan sangat cepat, terutama ketika pandemi melanda dunia. Secara global, terjadi peningkatan sebesar 76% dalam transaksi belanja melalui live commerce.

Hal serupa terjadi di Asia Tenggara, seperti yang diungkapkan oleh hasil riset dari IPSOS Sea Study 2021 yang dilakukan di 6 negara ASEAN. Riset ini mengungkapkan bahwa 69% konsumen di Asia Tenggara telah memulai mengakses live stream shopping, dengan 66% di antaranya melakukan pembelian produk melalui streaming langsung.

Riset tersebut juga mencatat bahwa 78% konsumen di Indonesia memiliki pengetahuan tentang belanja melalui live streaming, dan 71% dari mereka sudah mencobanya, sementara 56% pernah berbelanja menggunakan live streaming.

Baca Juga: Menteri Teten Larang Keras Tiktok Jualan, Saham E-Commerce Beterbangan Kecuali Punya Djarum Group

Live shopping semakin diminati, terutama karena adanya interaksi langsung antara penjual dan pembeli, yang menjadi salah satu aspek daya tarik utamanya.

“Nggak heran, kalau salah satu aspek yang dinilai dari pedagang di dalam platform marketplace adalah kecepatan merespons pertanyaan dan permintaan pelanggan. Mereka yang responsif dikasih bintang, sedangkan yang responnya kurang, maka nilainya rendah,” imbuhnya.

Live shopping adalah cara yang efektif untuk meningkatkan penjualan berbagai jenis produk, termasuk produk-produk seperti fashion kecantikan, barang elektronik, serta perlengkapan dekorasi untuk perbaikan rumah.

Konsumen tertarik karena dapat memberikan kepuasan instan dan memungkinkan mereka untuk berinteraksi secara langsung dengan penjual. Proses ini membantu meningkatkan kepercayaan konsumen dan mendorong penjualan lebih banyak lagi. 

Baca Juga: UMKM Siap Dijaga, Mendag Zulfikli Pastikan Akan Mengatur TikTok!

Live shopping juga menjadi cara yang baik untuk mempromosikan produk baru karena bisa membuat calon pembeli jadi lebih paham tentang produk yang diminatinya,” tutur Indrawan.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Nevriza Wahyu Utami
Editor: Aldi Ginastiar

Advertisement

Bagikan Artikel: