Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

5 Pernyataan Sikap Alumni dan Civitas Akademik UIN Jakarta, Salah Satunya Minta Presiden Tak Sibuk Urusi Kepentingan Keluarga dan Kelompok

5 Pernyataan Sikap Alumni dan Civitas Akademik UIN Jakarta, Salah Satunya Minta Presiden Tak Sibuk Urusi Kepentingan Keluarga dan Kelompok Kredit Foto: Ist
Warta Ekonomi, Jakarta -

Civitas Akademika dan Alumni Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Hidayatullah Jakarta mengeluarkan sikap terkait demokrasi di Indonesia saat ini yang disebut “Seruan Ciputat” pada Senin (5/2/24) di Landmark UIN Jakarta, Ciputat.

Pernyataan sikap tersebut berjumlah 5 poin yang berisikan desakan antara lain minta netralitas aparat, fokus Presiden urus kepentingan nasional dan bukan sibuk mengurus kepentingan keluarga dan kelompok.

Sejumlah guru besar UIN Jakarta juga menghadiri pernyataan sikap ‘Seruan Ciputat’ termasuk Saiful Mujani yang membacakan pernyataan sikap secara resmi.

Berikut isi pernyataan sikap Civitas Akademika dan Alumni UIN Jakarta.

Baca Juga: Singgung Era Orde Baru, Civitas Akademik dan Alumni UIN Jakarta Sampaikan Keresahan: Demokrasi Dipandang Hanya Urusan Boleh-Tidak Boleh

[SERUAN CIPUTAT]

PERNYATAAN SIKAP

ALUMNI DAN CIVITAS ACADEMICA UIN SYARIF HIDAYATULLAH,CIPUTAT JAKARTA

Menimbang dan memperhatikan perkembangan penyelenggaraan pemilu/pilpres 2024, dan umumnya pengelolaan pemerintahan serta demokrasi yang beradab & beretika, maka kami alumni dan civitas academica UIN Syarif Hidayatullah, Ciputat, menyatakan sikap sebagai berikut:

1. Mendesak penyelenggara pemilu, baik KPU, Bawaslu, DKPP agar bekerja secara profesional dan bertanggung jawab. Penyelenggara pemilu dengan sungguh-sungguh memegang prinsip independen, transparan, adil, dan jujur. Menjauhkan diri dari kecenderungan berpihak, mengutamakan kepentingan politik orang perorang, kelompok, partai dan sebagainya, serta kuat dalam menghadapi kemungkinan intervensi dari pihak manapun. Berani menegakkan aturan dan memastikan semua pelanggaran pemilu diselesaikan dengan semestinya sesuai aturan. Bahkan jika itu dilakukan oleh pihak yang paling berkuasa di Indonesia.

2. Mendesak Presiden dan aparat negara untuk bersikap netral dan menjadi pengayom bagi seluruh kontestan pemilu. Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan wajib bersikap netral dan memfasilitasi seluruh aktivitas pemilu berdasar prinsip keadilan. Sikap ini lebih dari sekadar tidak menggunakan fasilitas negara. Netral dalam hal ini bukan saja tidak menyatakan pilihan politiknya, tapi juga seluruh sikap dan laku diri sebagai presiden. Terutama tidak membuat kebijakan yang dapat berdampak menguntungkan secara elektoral bagi paslon tertentu.

3. Mendesak Presiden agar dengan sungguh‐sungguh mengelola pemerintahan demi dan untuk kepentingan nasional. Bukan demi kepentingan keluarga atau kelompok dengan mengatasnamakan kepentingan nasional. Aktivitas Presiden yang akhir-akhir ini terlihat seperti lebih condong mengutamakan kepentingan elektoral salah satu paslon bukanlah sikap seorang Presiden sebagai negarawan. Situasi ini bukan saja dapat berdampak pada pelayanan pemerintah secara nasional, tapi jugamenimbulkan ketidaksolidan dan ketidaknyamanan anggota kabinet. Jika situasinya terus seperti ini dikhawatirkan bisa menimbulkan instabilitas nasional. Padahal, berulangkali Presiden mengingatkan agar kita semua bergembira dalam menghadapi penyelenggaraan pemilu/pilpres 2024 ini. Namun hari demi hari, yang diperlihatkan adalah tindakan yang cenderung sebaliknya, menambah kepiluan dalam pelaksanaan pemilu/pilpres dan pengelolaan keadaban demokrasi kita.

4. Pengelolaan keadaban/akhlak demokrasi ini sudah semestinya tidak dipandang sekadar seperangkat aturan tertulis. Aturan tentang boleh tidak boleh. Lebih dari itu, keadaban/akhlak demokrasi juga berhubungan erat dengan manfaat atau mudharat bagi kepentingan masyarakat. Sejak putusan MK atas uji materi No 90/2023 ditetapkan, keadaban/akhlakdemokrasi kita terus menerus merosot. Presiden sebagai kepala negara berkewajiban untuk menjaga dan menjadi contoh bagaimana keadaban/akhlak berdemokrasi itu menjadi laku kehidupan bernegara.

Baca Juga: Surya Paloh Soal Penampilan Anies Baswedan di Debat Capres Terakhir: Sangat Impresif!

5. Mendesak Kepolisian RI untuk bersikap independen dan profesional. Tidak menjadi alat negara yang dapat menimbulkan rasa takut dalam mengekspresikan sikap politik warga negara. Tidak juga dengan mudah melakukan pemidanaan atas sikap kritis masyarakat. Polri adalah alat negara untuk menegakkan hukum dan ketertiban. Bukan alat Presiden. Maka dan oleh karena itu, Polri sudah seharusnya bekerja untuk kepentingan bangsa dan negara. Bukan untuk kepentingan pemerintah atau pihak-pihak tertentu.

Ciputat, 5 Februari 2024

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Bayu Muhardianto
Editor: Bayu Muhardianto

Advertisement

Bagikan Artikel: