Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

UMKM Halal hingga Keseriusan Pemerintah, Tiga Dekade Gelora Ekonomi Syariah di Indonesia

UMKM Halal hingga Keseriusan Pemerintah, Tiga Dekade Gelora Ekonomi Syariah di Indonesia Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Ekonomi syariah di Tanah Air hampir menapaki waktu tiga dekade. Meski belum memenuhi harapan banyak pihak, namun sudah banyak lompatan pencapaian yang patut diapresiasi. Yang semula berkutat pada masalah perbankan dan keuangan saja, kini sudah menebar ke semua lini bisnis, termasuk dalam gaya hidup. Kini ekonomi syariah bukan lagi sistem pinggiran, tetapi sudah masuk ke wilayah inti sebagai alternatif sistem ekonomi. Maka tak heran Indonesia menganut dua sistem ekonomi.

Hal ini tak terlepas dari tokoh bangsa yang menggeluti ekonomi syariah yakni Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin. Kiprahnya telah mewarnai terbentuknya ekosistem ekonomi syariah di Indonesia.

Baca Juga: Pesantren Mandiri: Menuju Puncak Ekonomi Syariah Indonesia dengan Dana Abadi

Terlebih selama masa pandemi, sektor ekonomi dan keuangan syariah menunjukkan daya tahan dan kinerjanya yang tetap positif, mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Hal ini terlihat dari beberapa capaian pada sektor industri produk halal, seperti pengembangan UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah) industri halal yang merupakan bagian penting dari upaya pencapaian visi Indonesia sebagai Pusat Produsen Halal Dunia. Indonesia tidak hanya menjadi pasar produk halal saja, tapi diharapkan bisa menjadi produsen produk halal yang dapat mengekspor produk-produknya ke seluruh penjuru dunia.

Menggeliatnya sektor industri halal pada UMKM karena terdesak dari kebutuhan masyarakat akan produk halal karena selain diperintahkan oleh agama, produk halal juga sangat baik bagi kesehatan (halalan thoyiban). Apalagi saat masa pandemi yang melanda negeri yang berpenduduk muslim terbesar ini.

Mengingat sedemikian pentingnya akan kebutuhan tersebut yang tidak hanya dilihat dari kuantitas, tetapi juga kualitas produknya. Untuk itu, diperlukan sinergi dan kolaborasi yang kuat untuk mengakselerasi pengembangan UMKM industri halal. Pada tahap awal, terdapat 13 lembaga dan perusahaan yang telah bersinergi sebagai Sahabat UMKM Industri Halal. Harapannya, inisiatif ini akan terus dilanjutkan dengan melibatkan lebih banyak pemangku kepentingan agar mempercepat terbentuknya ekosistem digital ekonomi syariah di Indonesia yang akan mendukung ekonomi nasional Indonesia.

Dari sisi sebagai negara dengan mayoritas masyarakat muslim, sudah selayaknya ekonomi dan keuangan syariah menjadi penggerak ekonomi nasional. Indonesia memiliki potensi yang besar dalam pengembangan ekonomi dan keuangan syariah. Dari sisi supply, Indonesia punya sumber daya untuk pengembangan ekonomi syariah, sementara dari sisi demand, Indonesia adalah pasar potensial terhadap ekonomi syariah baik di sektor keuangan, produk dan makanan halal, fesyen muslim, dana sosial Islam, usaha atau bisnis syariah, dan sebagainya.

Sebagai bentuk nyata sinergi pertama, Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) bersama 5 inkubator perguruan tinggi (yaitu Universitas Indonesia, Institut Pertanian Bogor, Institut Teknologi Bandung, Universitas Padjadjaran, Tazkia) dan BSI University telah menyusun 8 modul dasar UMKM industri halal yang membantu memahami pola pikir pengusaha sesuai syariah dan ilmu mengelola usaha secara syariah. Modul ini dapat digunakan oleh berbagai pihak yang membina UMKM industri halal, termasuk BUMN, perusahaan swasta, dan perguruan tinggi. Sinergi ini juga diharapkan dapat dipercepat dengan dukungan Indonesian Association of Islamic Economists (IAEI) melalui berbagai perguruan tinggi yang difasilitasi oleh Manajemen Eksekutif KNEKS.

Pelibatan Perguruan Tinggi

Ada empat peran yang dapat diambil oleh perguruan tinggi dalam mengembangkan industri produk halal nasional. Pertama, pengembangan SDM tentu, dengan adanya Halal Center Universitas Indonesia, universitas diharapkan dapat menjadi pusat penyedia SDM untuk industri halal, seperti penyelia halal, auditor halal, dan lain sebagainya. Kedua adalah Lembaga Pemeriksa Halal (LPH). Sertifikasi halal yang bersifat wajib akan mendorong pelaku usaha untuk melakukan sertifikasi halal terhadap produk yang dihasilkannya. Sejauh ini, kita baru memiliki 3 LPH, yaitu LPH milik LPPOMMUI, LPH Surveyor Indonesia, dan LPH Sucofindo. Ketiga, riset produk halal dan inkubasi bisnis. Universitas dengan infrastruktur laboratorium, SDM, dan ilmu pengetahuan yang dimiliki, dapat menjadi pionir dalam inovasi dan riset produk halal, terutama untuk mendukung pengembangan inkubasi bisnis produk halal bagi UMKM.

Untuk itu, universitas perlu memperkuat kolaborasi dengan pelaku industri agar dari proses hulu ke hilir semakin terintegrasi. Dan yang keempat adalah literasi. Berdasarkan hasil survei Bank Indonesia, literasi ekonomi dan keuangan syariah nasional tahun 2021 meningkat menjadi 20,1 persen dari tahun sebelumnya sebesar 16,3%. Namun, tingkat literasi ini masih tergolong rendah, sehingga dibutuhkan upaya yang lebih maksimal lagi. Sebagai pusat pendidikan, universitas harus berperan secara aktif mendorong literasi dan edukasi ekonomi serta keuangan syariah.

Sertifikasi halal diyakini akan memberikan keunggulan untuk produk-produk UMKM industri halal, baik untuk pasar domestik maupun pasar internasional. Khusus untuk pasar ekspor, BPJPH melalui fasilitas Manajemen Eksekutif KNEKS diharapkan dapat bersinergi dengan Kementerian Perdagangan dalam upaya percepatan ekspor produk halal.

Langkah Strategis yang Dilakukan

Sejumlah program pengembangan industri produk halal telah mulai dilaksanakan dan akan terus diupayakan secara berkelanjutan. Langkah strategis yang dilakukan antara lain; Pembangunan Kawasan Industri Halal maupun zona-zona halal di dalam kawasan industri, Pembenahan pencatatan perdagangan produk halal Indonesia termasuk pengembangan kodifikasi data industri halal dan Pengembangan sistem dan proses sertifikasi produk halal dan produk halal ekspor yang mudah, efisien, dan efektif serta Pengembangan substitusi produk impor dan material non-halal termasuk mendorong keterlibatan lembaga riset yang mendukung pengembangan industri produk halal.

Pengembangan ekosistem makanan halal juga perlu memperhatikan perubahan perilaku konsumen. Misalnya, setelah terjadi pandemi COVID-19, kita cenderung memilih makanan yang sehat, bersih, dan higienis.

Pola konsumsi masyarakat juga dipengaruhi oleh transformasi di bidang teknologi. Digitalisasi berhasil menyuguhkan aplikasi on-demand yang semakin memanjakan masyarakat. Transaksi online menjadi semakin mudah, mulai dari pemesanan, pembayaran, hingga pilihan pengantaran makanan. Tren tersebut mendatangkan peluang baru bagi para pelaku usaha, termasuk bagi UMKM makanan halal. Namun, UMKM makanan halal masih membutuhkan dukungan akses dan penguatan kompetensi pelaku usaha agar mampu bersaing secara luas, bahkan hingga ke pasar internasional.

Berdasarkan data World Population Review, saat ini populasi umat Muslim dunia mencapai 1,9 miliar jiwa, di mana Indonesia menjadi negara Muslim terbesar dengan populasi 229 juta jiwa. Angka tersebut merupakan 87,2% dari populasi penduduk Indonesia yang berjumlah 276,3 juta jiwa, atau 12,7% dari populasi Muslim dunia. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia memiliki potensi pasar besar bagi produk Muslim.

Potensi Indonesia sebagai pasar produk Muslim perlu dibarengi dengan peningkatan kinerja ekspor Indonesia ke luar negeri, khususnya ke negara-negara Organisasi Kerja Sama Islam (OKI). Menilik data OIC Economic Outlook 2020, di antara negara-negara anggota OKI, Indonesia menjadi pengekspor terbesar ke-5 dengan proporsi 9,3%, di bawah Arab Saudi (14,5%), Malaysia (13,3%), Uni Emirat Arab (12,3%), dan Turki (10,1%). Indonesia juga merupakan importir terbesar ke-4 dengan proporsi 8,4%, di bawah Uni Emirat Arab (12,2%), Turki (12,1%), dan Malaysia (11,8%).

Oleh karena itu, Indonesia harus lebih gigih berusaha menguasai pasar halal dunia, khususnya negara-negara OKI.

Langkah strategis untuk mewujudkan Indonesia sebagai pengekspor produk halal global, antara lain pertama, dengan pengembangan riset halal dan meningkatkan substitusi impor.

Indonesia sebagai negara Muslim terbesar di dunia merupakan pasar yang sangat potensial untuk perkembangan ekonomi dan keuangan syariah. Meningkatnya halal awareness belakangan ini juga menumbuhkan industri halal lainnya, di antaranya halal food, halal fashion, halal healthcare, halal travel, dan lainnya. Pertumbuhan jumlah penduduk kelas menengah Muslim juga semakin memperbesar potensi tersebut. Sementara itu, dunia internasional juga telah mengakui pencapaian perkembangan ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia. Sejumlah penghargaan yang telah diraih Indonesia dalam kontribusinya memajukan ekonomi dan keuangan syariah, antara lain, peringkat ke-2 dunia dalam pencapaian perkembangan industri keuangan Islam menurut laporan Islamic Finance Development Indicator (IFDI) tahun 2020, peringkat ke-4 dalam laporan State of The Global Islamic Indicator 2020/2021 yang diterbitkan oleh Dinar Standard, serta penghargaan kepada KNEKS dari Global Islamic Finance Awards (GIFA Awards) pada tahun 2020.

Besarnya potensi pengembangan ekonomi dan keuangan syariah yang dimiliki Indonesia tersebut harus dimanfaatkan dengan optimal. Pemerintah saat ini telah berupaya dengan sungguh-sungguh agar berbagai program pada 4 fokus utama pengembangan ekonomi dan keuangan syariah, yakni pengembangan industri produk halal, pengembangan industri keuangan syariah, pengembangan dana sosial syariah, dan pengembangan serta perluasan kegiatan usaha syariah dapat segera diimplementasikan. Upaya pengembangan industri produk halal dilakukan antara lain melalui pembangunan Kawasan Industri Halal (KIH) maupun zona-zona halal di dalam kawasan industri. Melalui upaya ini, seluruh layanan yang berhubungan dengan kehalalan produk akan berada dalam satu atap atau one-stop service.

Langkah dan strategi pemerintah untuk menjadikan Indonesia pemimpin ekonomi syariah dunia terus bergulir dan bergerak secara positif.

Pemerintah terus mendorong dan memfasilitasi kolaborasi lintas sektor dalam mengembangkan ekonomi syariah, termasuk keterlibatan dunia usaha. Salah satu target adalah meningkatkan skala usaha ekonomi syariah melalui penguatan seluruh rantai nilai industri halal di Indonesia. Saat ini, KNEKS bersama kementerian/lembaga yang menjadi anggota serta para pemangku kepentingan terkait lainnya juga terus berupaya melakukan percepatan implementasi program pengembangan industri produk halal.

Berbagai kebijakan pro ekonomi syariah terus dikembangkan oleh pemerintah, dengan target di tahun-tahun mendatang Indonesia akan menjadi negara terbesar dalam ekonomi dan keuangan syariah. Indonesia memiliki potensi besar untuk mencapai hal tersebut, karena didukung oleh jumlah masyarakat Muslim yang besar, yaitu lebih dari 200 juta orang, kelompok kelas menengah yang terus tumbuh, dan jumlah generasi muda Muslim yang semakin besar. Untuk mewujudkan target sebagai negara dengan perekonomian syariah terbesar di dunia, maka sejak tahun 2016 telah dibentuk Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) dan diperluas menjadi Komite Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) melalui Perpres No. 28 tahun 2020.

Baca Juga: Ekonomi Syariah Bisa Menjadi Jalan Kemakmuran Papua Barat Daya

Hadirnya Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) sejak Februari 2020, yang merupakan babak baru dari pengembangan ekonomi dan keuangan syariah, dimaksudkan untuk mempercepat berkembangnya ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Aldi Ginastiar

Advertisement

Bagikan Artikel: