Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Blok Masela 26 Tahun Tak Berproduksi, Bahlil Ultimatum INPEX

Blok Masela 26 Tahun Tak Berproduksi, Bahlil Ultimatum INPEX Kredit Foto: Alfida Rizky Febrianna
Warta Ekonomi, Jakarta -

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menegaskan bahwa pemerintah akan mengevaluasi Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) Minyak dan Gas Bumi (Migas) yang belum juga merencanakan pengembangan lapangan migas atau Plan of Development (POD), meskipun telah lama memperoleh konsesi. Langkah ini dilakukan untuk mengurangi ketergantungan pada impor minyak yang hingga kini masih mendominasi pemenuhan kebutuhan energi nasional.

"Masela itu 26 tahun, dan saya (sejak) masih aktivis itu barangnya sudah dipegang konsesinya. Enggak dijalankan. Aku udah bilang, aku udah bikin surat. Kamu tahun ini enggak akan lakukan pekerjaan untuk produksi. Ya mohon maaf, atas nama undang-undang tidak menutup kemungkinan kita akan mengevaluasi untuk kebaikan investor, rakyat, bangsa, dan negara," ujar Bahlil dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (30/01/2025).

Blok Masela, yang terletak di Maluku, merupakan salah satu proyek strategis nasional dengan potensi gas yang sangat besar. Namun, selama lebih dari dua dekade, proyek yang dikelola oleh perusahaan energi Jepang, INPEX, belum juga memasuki tahap produksi.

Baca Juga: Bahlil: Indonesia Punya 40 Ribu Sumur Migas, Tapi Hanya 16 Ribu yang Aktif

Menurut Bahlil, kasus seperti ini tidak hanya terjadi di Blok Masela. Saat ini, ada sekitar 300 sumur migas lain di Indonesia yang telah dieksplorasi tetapi belum berproduksi. Padahal, Presiden Prabowo Subianto telah menetapkan target lifting minyak nasional mencapai 900 ribu hingga 1 juta barel per hari (BOPD) pada tahun 2028.

"Jangan pengusaha mengendalikan negara. Tapi negara yang harus mengendalikan pengusaha dengan catatan negara itu enggak boleh zolim untuk pengusaha. Jadi harus. Nah itu menyambung dengan minyak," tegas Bahlil.

Secara keseluruhan, Indonesia memiliki sekitar 40 ribu sumur migas, tetapi hanya 16 ribu sumur yang aktif. Sisanya dalam kondisi idle atau tidak berproduksi selama dua tahun berturut-turut. Kondisi ini semakin memperparah ketergantungan Indonesia pada impor minyak, yang saat ini mencapai 1 juta BOPD dari total kebutuhan 1,6 juta BOPD.

Baca Juga: Bahlil Respon 54% Minyak RI Impor dari Singapura, Ini Memalukan!

Untuk mengatasi hal ini, Bahlil menyiapkan tiga strategi utama guna menekan angka impor minyak. Pertama, mengaktifkan kembali sumur-sumur minyak yang idle. Kedua, mengimplementasikan teknologi Enhanced Oil Recovery (EOR) pada sumur eksisting. Ketiga, mendorong operator migas untuk segera menggarap 300 sumur yang telah dieksplorasi tetapi belum mencapai POD.

"Yang pertama sumur-sumur idle yang kita kerjakan. Yang kedua adalah kita mengoptimalkan sumur-sumur yang ada itu dengan teknologi termasuk EOR. Dan yang ketiga, ada 300 sumur yang sudah selesai eksplorasi tapi belum POD, ini segera didorong untuk produksi," pungkas Bahlil.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Rahmat Dwi Kurniawan
Editor: Annisa Nurfitri

Advertisement

Bagikan Artikel: