BI Ungkap Dampak Besar Kebijakan Trump, Mulai dari Inflasi Hingga Raibnya Aliran Modal Jauhi

Bank Indonesia (BI) menilai kebijakan tarif yang diterapkan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, berisiko memicu inflasi di AS dan meningkatkan ketidakpastian di pasar keuangan global.
Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter (DKEM) BI, Juli Budi Winantya, mengungkapkan bahwa kebijakan tersebut berpotensi menaikkan harga barang, yang pada akhirnya mendorong inflasi dari sisi permintaan (demand).
“Tarif ini tentunya akan membuat inflasi Amerika Serikat yang tadi dari sisi demand, dari sisi permintaan juga akan semakin tinggi. Dari sisi tarif juga akan membuat inflasi Amerika Serikat lebih tinggi,” kata Juli dalam Pelatihan Wartawan BI di Banda Aceh, Jumat (7/2/2025).
Selain itu, kebijakan pemotongan pajak yang diterapkan oleh Trump juga dinilai dapat memperburuk situasi. Insentif pajak bagi sektor korporasi di AS berpotensi meningkatkan permintaan, yang berujung pada lonjakan inflasi.
“Tax ini implikasinya dua, karena dia mendorong pertumbuhan ekonomi ya tentunya juga akan meningkatkan inflasi. Tetapi di sisi lain karena dia memotong tax berarti defisitnya meningkat yang berarti harus melakukan pembiayaan lebih besar,” imbuh Juli.
Ia juga menambahkan bahwa kebijakan ini turut memengaruhi ekspektasi pasar terhadap penurunan suku bunga Bank Sentral AS, The Federal Reserve (The Fed). Penyesuaian suku bunga yang lebih lambat dari perkiraan membuat ekspektasi terhadap penurunan suku bunga acuan (Fed Fund Rate/FFR) meleset dari perkiraan sebelumnya.
Baca Juga: Dolar AS Kembali Anjlok, Pasar Ragukan Ancaman Perang Dagang Trump
“Kita bisa lihat perubahan prospek penurunan FFR seperti apa gitu. Kita berpikirkan juga di Bank Indonesia akan lebih sedikit atau lebih rendah dibandingkan dengan perkiraan semula,” tutur Juli.
Dampak lebih lanjut dari kebijakan ini adalah pergeseran aliran modal global. Dengan yield yang lebih tinggi di AS, investor cenderung menarik modalnya dari negara berkembang dan mengalihkannya ke AS.
“Ini kan harus modalnya tentunya bergeser dari negara-negara ke baik negara maju atau negara berkembang ke Amerika Serikat. Aliran modal dari negara berkembang ini inflowsnya berkurang atau malah mengalami outflows semuanya menuju ke Amerika Serikat,” urai Juli.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Cita Auliana
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait:
Advertisement