Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Soal HGBT, Bahlil Sebut Sudah Ditetapkan, Tapi Industri Kok Masih Terima Harga Normal?

Soal HGBT, Bahlil Sebut Sudah Ditetapkan, Tapi Industri Kok Masih Terima Harga Normal? Kredit Foto: SKK Migas
Warta Ekonomi, Jakarta -

Harga Gas Bumi Tertentu sebesar US$ 6 per MMBTU untuk 7 sektor Industri resmi berhenti pada 31 Desember 2024. Keputusan tersebut berdasarkan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No 91 tahun 2023.

Ada pun ke tujuh sektor industri tesebut yakni pupuk, petrokimia, baja, keramik, kaca, oleokimia, dan tekstil. 

Menteri ESDM Bahlil Lahadalia saat ditemui di Kantornya menyebut bahwa program ini telah diputuskan untuk berlanjut. ”Sudah, setiap hari Jumat saya ngomong gitu, udah,” ucapnya, Jumat (23/02/2025).

Kata Bahlil, melihat perkembangan naiknya harga gas dunia, maka harga gas murah sebesar US$ 6 tidak mungkin diberlakukan kembali. ”Tetap 7 kelompok yang mendapatkan HGBT, cuman kalau yang naiknya, harga gas dunia kan lagi naik, jadi dari 6 dolar ke 6,5 (USD) dan untuk sektor energi itu 7 dolar yang untuk PLN ya,” tambahnya.

Meski Bahlil mengatakan bahwa HGBT telah selesai diputuskan namun demikian fakta di lapangan industri per hari ini masih diberlakukan harga normal, bisa dikatakan program ini belum berjalan.

Yustinus Gunawan, Ketua Umum Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB) membenarkan hal tersebut. Dihubungi oleh Warta Ekonomi pada Minggu (23/02/2025) ia menjalaskan sejak 1 Januari 2025 industri menerima harga gas pipa sebesar USD 9,16/MMBTU untuk konsumsi 54% terhadap kontrak. Volume selebihnya dibebankan harga gas regasifikasi USD 16/MMBTU.

”Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB) mendesak Pemerintah menetapkan regulasi HGBT, USD 6,5/MMBTU utk gas sebagai bahan baku, USD 7,0/MMBTU untuk gas sebagai energi,” ucapnya.

Dari informasinya, HGBT memang direncanakan mulai 1 Januari 2025, namun hingga saat ini regulasi HGBT belum terbit.

”Sehingga industri harus bayar dengan harga selangit,” ungkapnya. Daya saing industri pun anjlok, para pelaku pun mengambil skenario strategi untuk menurunkan tingkat produksi hingga mengurangi jam kerja.

Baca Juga: Serapan Gas Murah Cuma 80%! BPH Migas Bongkar Masalah HGBT

Hal senada diungkapkan oleh Ketua Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki), Eddy Suyanto. 

”Belum berjalan karena belum keluar Kepmen ESDM yang mengatur perpanjangan HGBT termasuk rencana kenaikan harganya,” tegasnya pada Warta Ekonomi saat dihubungi langsung.

Kata Dia, sejak Januari 2025, industri keramik dikenai harga gas pipa sebesar USD 9,12/MMBU untuk batas pemanaatan gas 54% dan selebihnya dikenakan USD 16,7 USD/MMBTU.

”Sehingga rata-rata harga gas saat ini berkisar $12,6usd/MMBTU. Sebuah angka yang sangat teramat mahal jika dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand yang berkisar di USD 10/MMBTU, notabene mereka adalah pengimpor gas dan khususnya Malaysia sebagian besar impor gas dari Indonesia,” tuturnya.

Pria yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Komite Tetap (Wakomtap) Kadin Bidang Industri Keramik dan Semen ini pun berharap agar Kepmen perihal perpanjangan HGBT bias segera dikeluarkan, karena industri keramik nasional tidak mampu untuk berproduksi dengan harga gas dari PT Perusahaan Gas Negara (PGN) yang disebutkan di atas.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Rahmat Dwi Kurniawan
Editor: Istihanah

Advertisement

Bagikan Artikel: