Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

HGBT Belum Jalan, Daya Saing Industri Anjlok, Asosiasi Desak Bahlil

HGBT Belum Jalan, Daya Saing Industri Anjlok, Asosiasi Desak Bahlil Kredit Foto: Alfida Rizky Febrianna
Warta Ekonomi, Jakarta -

Ketua Umum Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB), Yustinus Gunawan menyebut program Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) untuk 7 sektor industri belum jalan. Hal ini ia sampaikan ke pada Warta Ekonomi saat dihubungi secara langsung, Minggu (23/02/2025).

Ia menjalaskan sejak 1 Januari 2025 hingga saat berita ini ditulis, industri dikenakan harga gas pipa sebesar USD 9,16/MMBTU untuk konsumsi 54% terhadap kontrak. Volume selebihnya dibebankan harga gas regasifikasi USD 16/MMBTU.

Sementara itu Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyebut bahwa pihaknya telah memutuskan program ini berlanjut. ”Sudah, setiap hari Jumat saya ngomong gitu, udah,” ucapnya, Jumat (23/02/2025).

Melihat perkembangan naiknya harga gas dunia, maka harga gas murah sebesar US$ 6 tidak mungkin diberlakukan kembali. ”Tetap 7 kelompok yang mendapatkan HGBT, cuman kalau yang naiknya, harga gas dunia kan lagi naik, jadi dari 6 dolar ke 6,5 (USD) dan untuk sektor energi itu 7 dolar yang untuk PLN ya,” sambungnya.

Menyusul apa yang disampaikan oleh Menteri Bahlil, Yustinus mendesak agar regulasi terkait HGBT untuk USD 6,5/MMBTU untuk bahan baku industri dan USD 7/MMBTU untuk energi segera di tetapkan.

"Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB) mendesak Pemerintah menetapkan regulasi HGBT," tuturnya. 

”Kalo pak Menteri memang sudah TTD regulasi Kepmen HGBT, ya segera saja diundangkan dan dipublikasi sehingga industri dan investor langsung nge-gas,” tambahnya.

Baca Juga: Soal HGBT, Bahlil Sebut Sudah Ditetapkan, Tapi Industri Kok Masih Terima Harga Normal?

Pasalnya, harga yang saat ini ditetapkan membuat daya saing industri menjadi anjlok. Bahkan skenario alternatif pun ditetapkan mulai dari menurunkan angka produksi hingga pengurangan jam kerja.

Hal ini juga penting katanya untuk memitigasi terjadinya de-industrialisasi yang memicu efek domino tutupnya pabrik-pabrik di Indonesia.

It's now, atau ekonomi kita mandek atau turun, tidak bisa capai 5% di 2025, dan semakin ”jauh panggang dari api", untuk capai 8% pertumbuhan dan HGBT kontribusi nilai tambah beberapa kali lipat dari tertundanya PNBP,” tutupnya. 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Rahmat Dwi Kurniawan
Editor: Istihanah

Advertisement

Bagikan Artikel: