
Harga minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) terus mengalami tekanan tajam, mencatat penurunan selama enam hari berturut-turut dan menyentuh level terendah dalam tujuh bulan terakhir.
Pada penutupan perdagangan awal pekan ini, kontrak berjangka CPO di Bursa Malaysia Derivatives tergelincir 1,79% ke level MYR3.904 per ton.
Analis pasar, David Ng, menjelaskan bahwa kombinasi faktor teknikal dan ketidakpastian geopolitik global menjadi pemicu utama pelemahan harga, termasuk kekhawatiran banjir pasokan pascalibur panjang dan kembalinya aktivitas penuh di sektor perkebunan.
“Sentimen ini memperkuat dugaan bahwa pasokan energi dunia bisa meningkat, menurunkan minat pasar terhadap bahan bakar nabati seperti CPO,” kata David, Senin (21/4/2025).
Baca Juga: Harga CPO Terancam Anjlok, APKASINDO Minta Revisi Pajak Sawit
Tekanan eksternal juga datang dari pasar energi. Harga minyak mentah global turun lebih dari 1,5% setelah muncul kabar kemajuan diplomatik antara Amerika Serikat dan Iran terkait program nuklir.
Namun di tengah tekanan tersebut, Asia memberi sinyal harapan. India, sebagai importir minyak sawit terbesar di dunia, mencatat lonjakan impor sebesar 14% pada Maret. Dengan stok domestik yang menipis dan musim perayaan yang mendekat, permintaan diperkirakan akan terus meningkat.
Di sisi lain, ketegangan dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok berpotensi membuat Negeri Tirai Bambu mengalihkan fokus dari kedelai asal Amerika ke minyak sawit sebagai alternatif.
Baca Juga: Ini Tiga Dalang Dugaan Kasus Suap Ekspor CPO
David memperkirakan harga CPO pekan ini akan bergerak dalam kisaran MYR3.900–MYR4.100, meski sebagian pelaku pasar memperkirakan fluktuasi lebih lebar di rentang MYR3.800–MYR4.200. Laju produksi dan arah kebijakan energi berkelanjutan global menjadi dua faktor utama yang dipantau pelaku pasar.
Sementara itu, perhatian pasar juga tertuju pada data produksi dari asosiasi perkebunan Malaysia serta kebijakan Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat (EPA) yang kemungkinan menaikkan mandat Renewable Volume Obligations(RVO) menjadi 5,25 miliar galon untuk 2025. Kenaikan mandat ini bisa mendongkrak harga minyak kedelai, dan secara tidak langsung menopang harga CPO di pasar global.
Baca Juga: Bagaimana Nilai Gizi Minyak Sawit?
Baca Juga: 5 Peran Devisa Sawit bagi Indonesia
Selain itu, Brasil tengah mempertimbangkan peningkatan kadar biodiesel nasional dari 14% menjadi 15%. Para pelaku pasar kini menanti apakah tren energi hijau global cukup kuat untuk menahan tekanan dari sisi produksi yang terus meningkat.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Annisa Nurfitri
Advertisement