Trump Kembali Gunakan Tarif sebagai Senjata Negosiasi Global

Menjelang tenggat waktu 9 Juli 2025, Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali melontarkan ancaman kenaikan tarif impor hingga 50% terhadap sejumlah negara mitra dagang utama, termasuk Jepang dan Uni Eropa.
Ancaman itu muncul di tengah proses negosiasi yang menurut Trump berlangsung dengan “itikad baik”, namun ia menuding beberapa negara terlalu memanfaatkan kebaikan Amerika Serikat. Melalui unggahan di Truth Social, Trump menyoroti secara khusus sikap Jepang yang disebut enggan mengimpor beras asal AS.
“Mereka tak mau ambil beras kita, padahal sedang krisis pasokan. Tapi kita tetap menganggap Jepang sebagai mitra dagang yang penting,” tulis Trump, seperti dilansir Reuters, Selasa (1/7/2025).
Baca Juga: Trump Senang Kanada Hapus Pajak Digital, Negosiasi Tarif Jalan Kembali
Pemerintah AS disebut tengah menyiapkan surat pemberitahuan resmi kepada negara-negara mitra dagang soal kemungkinan pengembalian tarif ke level tinggi, yakni antara 11% hingga 50%. Saat ini, tarif yang berlaku berada di angka 10% sebagai bentuk “kebijakan sementara” sejak pengumuman 2 April lalu.
Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, menegaskan bahwa hanya Presiden Trump yang memiliki wewenang untuk memperpanjang tenggat waktu tersebut. Ia juga mengisyaratkan bahwa pemerintahan Trump tidak akan memberi toleransi terhadap negara-negara yang dinilai lamban atau keras kepala dalam perundingan.
“Kalau tak ada kesepakatan karena mereka terlalu kaku, maka tarif tinggi bisa diberlakukan lagi,” ujar Bessent.
Baca Juga: Negosiasi Gagal, Menkeunya Trump Ancam Kenaikan Tarif hingga 50%
Jepang, melalui negosiator perdagangannya, Ryosei Akazawa, menyatakan komitmen untuk terus berdialog dengan AS. Namun, ia menekankan pentingnya perlindungan terhadap kepentingan nasional, khususnya terkait potensi berlanjutnya tarif 25% atas impor mobil dari Jepang, yang menurutnya akan berdampak besar terhadap perekonomian negaranya.
Sementara itu, Uni Eropa menyatakan kesiapan untuk tetap bernegosiasi selama tarif 10% dipertahankan. Namun, blok tersebut juga menuntut agar AS menurunkan tarif di sektor-sektor strategis seperti farmasi, semikonduktor, dan pesawat komersial.
Di sisi lain, Inggris telah lebih dulu menyepakati perjanjian dagang serupa, dengan menerima tarif 10% sebagai imbalan akses pasar untuk produk unggulan seperti mesin pesawat dan daging sapi.
Kebijakan tarif tinggi yang kembali diisyaratkan oleh Presiden Trump memunculkan kekhawatiran akan terjadinya ketegangan baru dalam perdagangan global.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait:
Advertisement