Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Greenpeace Desak Pemerintah Naikkan Pajak Karbon

Greenpeace Desak Pemerintah Naikkan Pajak Karbon Kredit Foto: Wafiyyah Amalyris K
Warta Ekonomi, Jakarta -

Greenpeace Indonesia mendesak pemerintah segera mengambil langkah progresif dalam kebijakan perpajakan untuk sektor lingkungan. Ketua Tim Kampanye Sosial & Demokrasi Greenpeace Indonesia, Muharram Atha Rasyadi, menilai tarif pajak karbon Indonesia saat ini terlalu rendah dan belum mampu memberi efek jera bagi industri penyumbang emisi terbesar.

“Tarif pajak karbon kita bahkan tidak sampai 10% dari rata-rata global. Dengan angka yang rendah, sulit mendorong pelaku industri beralih ke energi bersih,” ujar Atha dalam diskusi publik yang digelar Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Selasa (12/8/2025).

Ia menilai, kenaikan pajak karbon sebaiknya dilakukan bertahap namun dengan komitmen jelas untuk mencapai standar internasional. Kebijakan ini dinilai penting mengingat bauran energi terbarukan Indonesia pada 2025 masih di bawah 20%, sementara target nasional adalah 23%.

Baca Juga: Target 23% Bauran EBT 2025 Masih Jauh, Realisasi Baru 14,5%

Selain pajak karbon, Greenpeace juga mendorong penerapan windfall profit tax bagi sektor ekstraktif. Pajak ini dikenakan pada keuntungan berlebih yang timbul akibat faktor eksternal seperti lonjakan harga global atau kelangkaan komoditas. 

“Di Inggris, windfall profit tax digunakan untuk membantu masyarakat di tengah krisis energi dan membiayai transisi pekerja ke sektor energi terbarukan. Indonesia juga bisa melakukan hal serupa,” ujarnya.

Lebih jauh, Greenpeace mengusulkan biodiversity loss tax atau pajak atas kehilangan keanekaragaman hayati.  Nantinya, pajak ini akan dibebankan pada pihak yang mengonversi kawasan bernilai ekologi tinggi seperti hutan primer, lahan gambut, atau habitat spesies langka. 

Baca Juga: Pembiayaan Hijau Capai Rp29,3 Triliun, BI Dorong Transformasi Ekonomi Hijau

Menurut Atha, mekanisme ini dapat menjadi instrumen ekonomi untuk mencegah kerusakan lingkungan sekaligus mendanai pemulihan ekosistem yang terdampak.

“Ketiga skema pajak ini (pajak karbon, windfall profit tax, dan biodiversity loss tax) bisa menjadi sumber pendanaan signifikan untuk transisi energi bersih dan perlindungan lingkungan. Apalagi, potensi penerimaan dari sektor iklim dan lingkungan diperkirakan lebih dari Rp200 triliun,” tegasnya.

Greenpeace menilai langkah tersebut mendesak dilakukan, tidak hanya demi pencapaian target iklim nasional, tetapi juga untuk memastikan keberlanjutan hidup generasi mendatang.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Djati Waluyo

Advertisement

Bagikan Artikel: