Kredit Foto: Bicara Udara
Upaya memperbaiki kualitas udara Indonesia dinilai membutuhkan lebih dari sekadar regulasi dan kesadaran publik. Terobosan nyata dalam pembiayaan dan transformasi industri menjadi kunci untuk mempercepat aksi udara bersih. Isu ini menjadi fokus utama sesi tematik “Mempercepat Aksi Udara Bersih: Mobilisasi Pembiayaan untuk Inisiatif Udara Bersih” yang digelar oleh Bicara Udara (Yayasan Udara Anak Bangsa) dan Systemiq dalam rangkaian Indonesia International Sustainability Forum (ISF) 2025 di Jakarta International Convention Center, Jumat (10/10/2025).
Polusi udara kini menjadi salah satu tantangan lingkungan paling serius di Indonesia. Pada 2022, beban ekonomi akibat dampak kesehatan dari polusi udara diperkirakan mencapai US$220 miliar atau sekitar 6,6% dari PDB nasional (PPP).
Di Jakarta, kualitas udara yang buruk dikaitkan dengan lebih dari 10.000 kematian dini setiap tahun dan menimbulkan kerugian ekonomi sekitar US$2,9 miliar. Data ini menegaskan bahwa persoalan udara bersih bukan hanya isu kesehatan, tetapi juga berkaitan dengan ketahanan ekonomi nasional.
Baca Juga: Bicara Udara: Polusi Jabodetabek Hanya Bisa Diatasi Lewat Kerja Sama Aglomerasi
Direktur Corporate Banking PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk., Agung Prabowo, menyebut sektor perbankan memiliki peran strategis dalam mempercepat transisi menuju industri rendah emisi. BNI, kata dia, telah menyiapkan berbagai instrumen pembiayaan hijau seperti green loan, green bond, dan sustainability-linked financing untuk mendukung investasi pada teknologi bersih dan efisien.
“Transisi menuju industri hijau tidak akan berjalan tanpa dukungan pembiayaan yang kuat. Bank dapat menjadi katalis dengan menyalurkan dana ke proyek-proyek yang berdampak positif bagi lingkungan. Namun, agar pembiayaan ini dapat berkembang lebih cepat, dibutuhkan insentif kebijakan dan jaminan risiko yang lebih kuat dari pemerintah,” ujar Agung dalam keterangan tertulis yang diterima, Sabtu (11/10/2025).
Deputi Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup, Rasio Ridho Sani, menilai keberhasilan pengendalian polusi udara bergantung pada kombinasi instrumen kebijakan, pemantauan yang kuat, dan pendanaan yang memadai. Ia menyebut kemajuan sistem SI-SPEK menjadi langkah penting dalam memperkuat transparansi data emisi industri, meski tantangan kepatuhan dan investasi teknologi pengendalian emisi masih besar.
Baca Juga: KLH: Pemulihan Gambut dan Mangrove Jadi Kunci Hadapi Krisis Iklim
“Melalui SI-SPEK, kita mulai melihat perubahan perilaku di sektor industri. Namun, kepatuhan membutuhkan dorongan kebijakan yang konsisten serta dukungan pendanaan agar pelaku usaha dapat berinvestasi dalam teknologi pengendalian emisi,” jelas Rasio.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) serta Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Sanny Iskandar, menekankan bahwa sektor swasta memiliki peran sentral dalam mewujudkan target udara bersih nasional. Menurutnya, pelaku industri semakin menyadari bahwa investasi pada efisiensi energi dan teknologi rendah emisi bukan sekadar kewajiban regulasi, tetapi strategi bisnis jangka panjang.
“Industri hijau adalah masa depan. Investasi pada efisiensi energi dan teknologi bersih akan memperkuat daya saing jangka panjang Indonesia. Melalui kemitraan yang tepat, sektor swasta bisa menjadi motor utama pembiayaan dan inovasi dalam upaya pengendalian polusi,” ungkap Sanny.
Baca Juga: Bicara Udara Desak Revisi Perda Polusi Jakarta yang Sudah 20 Tahun Mandek
Sesi tematik yang difasilitasi oleh Bicara Udara diharapkan menjadi jembatan kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, lembaga keuangan, dan masyarakat sipil. Kolaborasi lintas sektor ini diharapkan mempercepat langkah konkret menuju udara bersih dan memperkuat komitmen Indonesia terhadap pembangunan berkelanjutan serta ketahanan ekonomi nasional.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Djati Waluyo
Editor: Djati Waluyo
Tag Terkait:
Advertisement