Kredit Foto: Lps
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mempercepat implementasi Program Penjaminan Polis (PPP) yang ditargetkan aktif sebelum 2028. Program ini dinilai menjadi instrumen penting dalam memperkuat stabilitas sistem keuangan serta meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap industri asuransi.
Anggota Dewan Komisioner Bidang Program Penjaminan Polis LPS, Ferdinan D. Purba, mengatakan PPP menjadi instrumen penting dalam melindungi pemegang polis dan turut memelihara stabilitas sistem keuangan dan asuransi.
“Sebagai contoh, di Korea Selatan, Kanada, Inggris dan Malaysia, penerapan PPP juga terbukti meningkatkan kepercayaan publik, mempercepat penanganan asuransi gagal, serta memperkuat stabilitas sektor asuransi. Negara-negara tersebut mampu mendorong penguatan manajemen risiko, transparansi, serta tata kelola industri yang lebih baik,” ujarnya pada acara Chief Operation Officer (COO) Summit 2025 yang diadakan oleh Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), dikutip Sabtu (8/11/2025).
Dia juga menyatakan, keberadaan PPP merupakan bagian dari recovery & resolution framework yang komprehensif untuk menghadapi skenario terburuk atau opsi terakhir dari kegagalan perusahaan asuransi, sekaligus berperan sebagai bagian dari financial safety net nasional, guna memastikan proses resolusi perusahaan asuransi berjalan dengan efektif.
Baca Juga: Tabungan Orang Kaya di Atas Rp5 Miliar Naik 16,24%, Bos LPS Beberkan Alasannya
Ferdinan menjelaskan, sesuai dengan mandat baru, LPS saat ini sedang mengintensifkan pelaksanaan PPP yang diharapkan diaktivasi sebelum tahun 2028. Apabila prasyarat dapat dicapai sesuai target waktu, perusahaan asuransi jiwa dan asuransi umum perlu bersiap untuk mulai melakukan registrasi kepesertaan PPP pada triwulan III tahun 2026.
Faktor penting dalam implementasi PPP adalah koordinasi yang erat antara LPS dan OJK, khususnya dalam pertukaran data asuransi melalui Sarana Pertukaran Informasi Terintegrasi (SAPIT) yang ditargetkan go-live tahun ini.
Desain PPP di Indonesia saat ini mengacu pada best practices internasional dan prinsip risk minimizer. Cakupan dan nilai maksimum penjaminan PPP juga akan dibatasi untuk meminimalkan biaya penanganan dan mencegah moral hazard.
Sebagai langkah konkret, LPS telah menandatangani nota kesepahaman dengan empat asosiasi asuransi, mulai dari AAJI, AAUI, AASI, dan AAMAI, pada 18 Oktober 2025. Ruang lingkup kerja sama mencakup penyediaan tenaga ahli, penyelenggaraan kegiatan edukasi, sosialisasi dan publikasi, pendidikan dan pelatihan, serta riset bersama di bidang asuransi.
“LPS meyakini bahwa dengan dukungan inisiatif strategis dari industri tersebut, maka dampak positif dari aktivasi PPP yang terjadi di berbagai negara, seperti meningkatnya kepercayaan publik, pendapatan premi, dan lain sebagainya, akhirnya juga dapat terwujud di Indonesia dengan adanya PPP yang diselenggarakan oleh LPS nanti,” pungkas Ferdinan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ida Umy Rasyidah
Editor: Fajar Sulaiman
Tag Terkait:
Advertisement