WE Online, Jakarta - Kehadiran PT Freeport Indonesia selama 46 tahun di tanah air dinilai telah mendatangkan kerugian besar karena kegiatan operasional perusahaan asal Amerika Serikat (AS) tersebut tak lebih dari perampasan kekayaan alam oleh pihak asing.
Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam Majelis Penyelamat Organisasi (PB HMI MPO) Muhammad Fauzi mengatakan pemerintah sudah seharusnya tidak memperpanjang kontrak karya Freeport. Ia mengatakan payung hukum UU Nomor 1 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan UU Nomor 11 Tahun 1967 adalah upaya legalitas atas penjajahan terhadap kekayaan bangsa.
"Freeport kemudian berwenang mengeruk emas di Puncak Ertsberg Papua. Setelah persediaan emas menurun, Freeport kembali menemukan persediaan emas dan mineral di Puncak Grasberg Papua diidentifikasi ada sekitar 46 juta ton emas dan 150 juta ton mineral lainnya di puncak Grasberg Papua. Kedigdayaan Freeport berlanjut pada tahun 1991 dengan ditandatanganinya Kontrak Karya II. Kontrak ini memberikan kekuasaan kepada Freeport untuk terus menguras emas dan mineral di Papua hingga 2021. Selanjutnya di akhir masa pemerintahan SBY, pemerintah menandatangani MOU bersama Freeport yang memberikan ruang bagi korporasi asal AS tersebut untuk menancapkan kukunya hingga 2041," paparnya di Jakarta, Rabu (9/12/2015).
Fauzi mengatakan bahwa dari sisi keuntungan, negara sangat dirugikan dengan pembagian keuntungan yang ada karena Indonesia hanya mendapat 1% royalti yang kemudian meningkat menjadi 3,75% royalti dari hasil penandatanganan MOU. Ia mengatakan royalti tersebut merupakan keuntungan yang terlalu kecil bila dikaitkan dengan penghasilan total Freeport.
"Sangat ironis memang. Emas dan mineral merupakan milik sendiri, tetapi justru pihak asing yang menikmati hasilnya. Pemerintah secara sadar mengundang dan melegitimasi pihak asing untuk terus merampas emas dan mineral di Papua," sesalnya.
Ia menyayangkan keuntungan Freeport yang berbanding terbalik dengan kemiskinan di Papua. Ia mengatakan orang asli Papua hidup di tanah Papua, namun tak bisa menikmati hasil alamnya sendiri. Kehadiran Freeport, imbuhnya, sama sekali tidak menghilangkan kemiskinan di Papua.
"Orang Papua tetap miskin dan terbelakang walaupun Freeport berdiri megah di sana. Lebih miris lagi, Freeport yang menggelontorkan dana untuk menyewa pengamanan militer telah menyebabkan banyak warga Papua terbunuh di tangan militer hanya karena mereka dianggap mengganggu kepentingan Freeport. Tak satupun dari yang terbunuh pernah diusut kasusnya hingga tuntas. Militer yang seharusnya melindungi rakyat justru menjadi penjaga setia aset asing di bumi sendiri, bahkan rakyatpun tak ragu dijadikan tumbalnya," tukasnya.
Dari segi kesehatan lingkungan, Fauzi menuturkan pertambangan Freeport telah menyebabkan kerusakan parah karena setiap harinya membuang 230.000 ton limbah batu ke sungai Aghawagon dan sungai Ajkwa. Penambangan terbuka yang dilakukan oleh Freeport di puncak Grastberg, terangnya, menghasilkan limbah batuan dan tailing hingga 700 ribu ton. Ia menerangkan pembuangan limbah air asam sebanyak 360.000-510.000 ton per hari juga merusak dua lembah sepanjang empat mil hingga kedalaman 300 meter.
"Jika pihak asing yang diwakili Freeport masih bercokol di Papua maka hal tersebut merupakan fakta nyata bahwa Indonesia belum mampu mempertegas kedaulatan di negeri sendiri. Hal ini juga bertentangan dengan jargon pemerintahan Jokowi-JK yang mengedepankan kedaulatan. HMI MPO yang kini sedang mengusung tema kedaulatan NKRI merasa wajib menyikapi keberadaan Freeport di Indonesia. Berdasarkan fakta tersebut maka PB HMI MPO menilai kehadiran Freeport hanya membawa bencana bagi rakyat Indonesia," tegasnya.
Untuk itu, ia mengatakan PB HMI MPO dengan tegas menyerukan kepada semua pihak, khususnya pemerintah Jokowi-JK agar
1. segera memutuskan kontrak PT Freeport di Indonesia;
2. memberantas mafia Freeport;
3. mendorong BUMN untuk mengelola Freeport sebagai aset negara;
4. pemerintahan Jokowi-JK harus bertanggung jawab terhadap kesejahteraan masyarakat Indonesia, terutama masyarakat Papua;
5. jika Jokowi-JK tidak segera mengindahkan poin di atas maka PB HMI MPO menuntut Jokowi-JK segera mundur dari jabatannya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Cahyo Prayogo
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait:
Advertisement