Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Krisis Ekonomi dan Kemampuan 'Value Creation'

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta - Krisis ekonomi adalah alat penampi competitiveness. Ia hanya ingin memastikan semua orang dan organisasi yang ingin menikmati lezatnya kue ekonomi mendapat kesempatan yang sama. Caranya? Ia mengguncang sendi-sendi pasar, anggota pasar, sebuah kesempatan untuk konsolidasi, bahwa hanya mereka yang benar-benar fit saja yang berhak survive dan sustain dalam dunia ekonomi. Jadi, krisis adalah sebuah kesempatan besar, sehingga kita, meminjam istilah Warkop, bisa berkata kepada struktur pasar, "Gantian dong."

Kemampuan suatu organisasi perseroan untuk terus ada dan bertumbuh, tidak bisa dipisahkan dari kata competitiveness. Dan, kadar competitiveness ditentukan oleh tiga faktor utama, yakni value creation, strategi, dan engagement. Adapun business value creation sendiri hanya bisa hadir kalau ada kemampuan kompetensi.

Value creation adalah napas dari bisnis. Ia mendemonstrasikan apa yang kita tawarkan (content) kepada konsumen atau pelanggan. Ia bisa berupa produk, proses, konsep bisnis, atau layanan jasa, termasuk delivery channel-nya. Makin tajam dan berfaedah suatu value creation bagi pasar konsumen, maka makin mahal harga jualnya. Jika value creation-nya itu amat distinctive, maka ia akan bisa menjualnya dalam harga premium atau menjadi pemimpin pasar. Bahkan, kalau value creation yang diciptakan itu begitu tajam, dalam arti bisa mendeteksi keinginan potensial yang ada dalam masyarakat konsumen, maka value creation seperti ini akan menciptakan demand dengan sendirinya, seperti teori Prof. Say, "Supply creates its own demand".

Value creation adalah esensi bisnis itu sendiri. Tidak ada value creation, berarti tidak ada bisnis, alias tidak ada revenue. Maklum saja, sifat hakiki bisnis adalah transaksional. Konsumen harus menerima suatu produk, baik itu yang tangible maupun yang intangible, barulah ia akan melakukan transaksi. Jika manfaat yang diperolehnya sama atau lebih besar dari rupiah yang ia bayarkan, maka pola repeat order akan terjadi.

Kalau daya value creation besar, dan strateginya bagus, maka aliran nilai barang dan jasa keluar akan lebih besar daripada yang masuk ke dalam pasar domestik. Hanya dengan itu, kantong Ibu Pertiwi akan makin tebal. Rupiah bisa terapresiasi dengan sendirinya. Kalau tidak ada value creation yang hebat dalam portofolio ekspor kita, apapun gimmick-nya dan berapa pun intervensi devisa yang dikucurkan ke capital market, itu hanyalah opium simptomatis, sebuah olok-olok cendekiawan.

Value Creation yang Hebat Akan Menopang Strategi

Untuk mencapai hasil yang spektakuler, strategi yang digunakan tidak bisa lagi yang bersifat konvensional; hanya sesuatu yang bersifat linear dan merupakan kepanjangan teknik masa lalu. Namun, strateginya haruslah sesuatu yang benar-benar bersifat leap frog, ada terobosan yang menghasilkan lompatan besar ke depan.

Bagaimana menciptakan hal seperti itu? Ada beberapa teknik. Misalnya, sebagai Games Changer. Jadi, benar-benar pola baru. Dahulunya tidak ada, sekarang ada. Mungkin melalui bantuan aplikasi teknologi, layaknya Gojek. Atau, mendobrak paradigma. Misalnya, menjual tanah pekuburan kepada orang yang masih segar bugar, yang dahulu mungkin tabu, kini dianggap lazim dan menjadi gaya hidup baru kaum urban. Terobosan ini bisa kita lihat dalam kasus pemakaman San Diego Hill di Karawang milik Lippo Group.

Sesuatu yang dahulunya tidak pernah dipikirkan orang. Dari yang dahulu tidak ada, sekarang menjadi ada. Hal-hal semacam ini meng-create demand. Dengan begitu, hasilnya akan leap frog, suatu lompatan jauh ke depan. Pendekatan seperti ini akan menghasilkan market disruption. Maksudnya, kita tidak hanya memetakan keinginan konsumen, tetapi satu langkah lebih maju: menciptakan demand. Dan, untuk memungkinkan hal seperti itu, kreativitas menjadi non-negotiable factor. Hal ini berkaitan sangat erat dengan kemampuan value creation. Value creation yang hebat akan menciptakan atau meng-generate demand dengan sendirinya.

Pada akhirnya, kekuatan competitive suatu organisasi perseroan, industri, atau bahkan negara akan ditentukan oleh bagaimana mereka meracik value creation, strategi, dan meng-engage semua stakeholder ke dalam platform tersebut.

Sumber: Majalah Warta Ekonomi Edisi 20

Penulis: Hendrik Lim, CEO Defora Consulting

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Advertisement

Bagikan Artikel: