Ketika mengamati lukisan dari pelukis legendaris Hendra Gunawan, saya takjub dan tak bisa banyak berkata kecuali kagum luar biasa. Siapapun akan mengapresiasi karya Hendra Gunawan yang banyak dikoleksi oleh almarhum Ciputra. Bukan saja harganya yang kelewat mahal, sampai puluhan M, tetapi juga loyalitasnya melukiskan kehidupan kaum nelayan, kehidupan masyarakat pesisir.
Gambaran tentang masyarakat ekonomi pinggiran, nuansa keterbatasan dan kesederhanaan maupun lalu lalang kehidupan di pesisir begitu tergambar nyata dalam warna kelam yang mengekspresikan sebuah ketakberdayaan. Pelukis Hendra Gunawan begitu konsisten menyuarakan kisah kehidupan masyarakat pesisir melalui goresan kisah di kanvasnya.
Baca Juga: Save Our Sea: Mengelola Pulau-Pulau Kecil Berbasis Ekowisata
Apakah tema lukisan itu akan terus abadi, membingkai kehidupan para nelayan dan masyarakat di sekitar pesisir yang stagnan? Atau lukisan itu sebenarnya adalah prasasti yang menitipkan pesan jika inilah momentum untuk membulatkan niat dan tekad mewujudkan sebuah perubahan kehidupan kaum nelayan dan masyarakat pesisir. Dari yang semula paradigmanya adalah kemiskinan dan kegetiran, berangsur-angsur menjadi keniscayaan yang menyemangati cita-cita masyarakat pesisir menuju kehidupan yang lebih sejahtera dan bermartabat. Apakah mungkin? Jawabnya harus optimis, yaitu mungkin.
Jawaban ini sangat beralasan dan relevan dengan kenyataan. Jika kita menyadari geliat ekonomi dari hasil laut yang semula tertidur, kini harus mulai dibangkitkan. Geliat ekonomi laut itu adalah refleksi dari upaya penyelamatan laut Indonesia dari "kemubaziran", melalui pengelolaan sumber daya alam dan kelautan yang optimal dan berkelanjutan. Bayangkan saja, bagaimana jika Indonesia mampu mengolah sumber daya alam di laut seperti garam, ikan, tumbuhan, terumbu karang, fosfat, ombak, pasang surut air laut, mutiara dan lainnya ? pastilah kehidupan masyarakat pesisir akan lebih berwarna, dan lebih sejahtera dari sebelumnya.
Karena garam tidak lagi diimpor, ikan tidak lagi dipanen negara tetangga, tumbuhan tidak terkena dampak virus, terumbu karang tidak rusak karena kapal pesiar negara kain yang melintas, fosfat bisa diolah dan dimanfaatkan secara optimal oleh pabrik kita, ombak bisa dimanfaatkan untuk menarik sebanyak-banyaknya wisatawan asing, pasang surut air laut dapat dimanfaatkan sebagai objek wisata penghasil devisa, dan mutiara dapat diolah menjadi perhiasan kelas premium yang seharusnya menjadi komoditas andalan ekspor negara.
Siapa yang dimaksud dengan masyarakat pesisir? Definisi masyarakat pesisir adalah sekelompok masyarakat yang dipengaruhi oleh laut, baik sebagian besar ataupun seluruh kehidupannya. Mata pencaharian utama di daerah pesisir adalah nelayan, walaupun terdapat mata pencaharian di luar nelayan, seperti pegawai negeri, pemilik warung, kontraktor, jasa potong rambut, dan masih banyak usaha di bidang jasa lainnya.
Definisi lainnya adalah kelompok orang atau suatu komunitas yang tinggal di daerah pesisir, dan sumber kehidupan perekonomiannya bergantung secara langsung pada pemanfaatan sumberdaya laut dan pesisir.
Mereka terdiri dari nelayan pemilik, buruh nelayan, pembudidaya ikan, dan organisme laut lainnya, pedagang ikan, pengolah ikan, supplier factor sarana produksi perikanan. Dalam bidang non-perikanan, masyarakat pesisir bisa terdiri dari penjual jasa transportasi dan lain-lain.
Karakteristik Masyarakat Pesisir
Karakteristik masyarakat pesisir berbeda dengan karakterisik masyarakat agraris atau petani. Dari segi penghasilan, petani mempunyai pendapatan yang dapat diprediksi karena pola panen dapat terkontrol sehingga hasil pangan atau ternak yang mereka miliki dapat ditentukan hasilnya sesuai dengan hasil pendapatan yang mereka inginkan.
Berbeda halnya dengan masyarakat pesisir yang mata pencahariannya didominasi dengan nelayan. Nelayan bergelut dengan laut untuk mendapatkan penghasilan, meskipun pendapatan yang mereka inginkan tidak bisa dikontrol karena nelayan menghadapi risiko tinggi. Hal tersebut menyebabkan masyarakat pesisir sepeti nelayan memiliki karakter yang tegas, keras, dan terbuka. Selain itu, karakteristik masyarakat pesisir dapat dilihat dari beberapa aspek di antaranya, aspek pengetahuan, kepercayaan (teologis), dan posisi nelayan sosial.
Dilihat dari aspek pengetahuan, masyarakat pesisir mendapat pengetahuan dari warisan nenek moyangnya misalnya mereka untuk melihat kalender dan penunjuk arah maka mereka menggunakan rasi bintang. Sementara, dilihat dari aspek kepercayaan, masyarakat pesisir masih menganggap bahwa laut memilki kekuatan magis sehingga mereka masih sering melakukan adat pesta laut atau sedekah laut.
Namun, dewasa ini sudah ada dari sebagian penduduk yang tidak percaya terhadap adat-adat seperti pesta laut tersebut. Mereka hanya melakukan ritual tersebut hanya untuk formalitas semata. Begitu juga dengan posisi nelayan sosial, pada umumnya nelayan bergolong berkasta rendah.
Perlu Program Pemberdayaan
Secara sosiologis, masyarakat pesisir memiliki ciri yang khas dalam hal struktur sosial, yaitu kuatnya hubungan antara patron dan klien dalam hubungan pasar pada usaha perikanan. Biasanya patron memberikan bantuan berupa modal kepada klien. Hal tersebut merupakan taktik bagi patron untuk mengikat klien dengan utangnya sehingga bisnis tetap berjalan.
Dari masalah utang-piutang tersebut sering terjadi konflik, namun konflik yang mendominasi adalah persaingan antar-nelayan dalam memperebutkan sumberdaya ikan yang jumlahnya mulai terbatas. Oleh karena itu, sangatlah penting adanya pihak yang dapat mengembangkan sumberdaya laut dan mengatur pengelolaannya. Adanya ketidakberdayaan para nelayan miskin terhadap kondisi sosial, ekonomi, dan politik, yang berlaku terhadap mereka di tiap-tiap daerahnya. Hal tersebut kemudian mengakibatkan kemiskinan semakin menjadi-jadi dan menekan mereka untuk tetap hidup di dalam garis kemiskinan.
Baca Juga: Save Our Sea: Membangun Ekowisata Bahari Berbasis Masyarakat
Untuk itu diperlukan sebuah upaya dari dari semua pihak, utamanya pemerintah daerah dan pusat untuk memberikan dukungan kepada para nelayan miskin ini sehingga dapat meningkatkan taraf hidup mereka dan kemudian menjadi mandiri secara ekonomi karena kemapanan mereka. Untuk mengentaskan kemiskinan masyarakat pesisir, terutama para nelayan miskin, pemerintah telah melakukan berbagai program pemberdayaan masyarakat.
Salah satunya adalah program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) yang dikembangkan secara nasional. Program PEMP ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir melalui pendekatan ekonomi dan kelembagaan sosial.
Program PEMP yang dibentuk oleh pemerintah pusat ini sudah memberikan dampak positif bagi para nelayan miskin di daerah pesisir. Contoh kasusnya adalah pendapatan para nelayan di daerah Halmahera Utara. Sebelum diberlakukannya strategi pemberdayaan dalam bentuk PEMP ini, para nelayan memperoleh pendapatan yang rendah dikarenakan pedagang ikan lebih memiliki nilai tawar yang tinggi dibanding nelayan dalam menentukan harga ikan hasil tangkapan. Ketergantungan nelayan terhadap para pedagang ikan mengakibatkan kesulitan bagi mereka, bahkan bisa disebut sebagai bentuk patron-client di antara nelayan dan pedagang ikan.
Maka setelah PEMP berjalan, pendapatan nelayan mengalami peningkatan yang? sangat signifikan antara 100-288%.
Pendekatan Pemberdayaan
Pada intinya program pemberdayaan dilakukan melalui tiga pendekatan, yaitu (1) Pendekatan Kelembagaan. Pendekatan ini untuk memperkuat posisi tawar masyarakat karena mereka harus terhimpun dalam suatu kelembagaan yang kokoh sehingga segala aspirasi dan tuntutan mereka dapat disalurkan secara baik. Kelembagaan ini juga dapat menjadi penghubung (intermediate) antara pemerintah dan swasta. Selain itu, kelembagaan ini juga dapat menjadi suatu forum untuk menjamin terjadinya perguliran dana produktif di antara kelompok lainnya.
(2). Pendampingan. Keberadaan pendamping memang dirasakan sangat dibutuhkan dalam setiap program pemberdayaan. Masyarakat belum dapat berjalan sendiri mungkin karena kekurangtahuan, tingkat penguasaan ilmu pengetahuan yang rendah, atau mungkin masih kuatnya tingkat ketergantungan mereka karena belum pulihnya rasa percaya diri mereka di masa lalu. Peran pendamping sangatlah vital dan diperlukan untuk mendampingi masyarakat menjalankan aktivitas usahanya.
(3). Dana Usaha Produktif Bergulir. Pada program PEMP juga disediakan dana untuk mengembangkan usaha-usaha produktif yang menjadi pilihan dari masyarakat itu sendiri. Setelah kelompok pemanfaat dana tersebut berhasil, mereka harus menyisihkan keuntungannya untuk digulirkan kepada kelompok masyarakat lain yang membutuhkannya.
Pengaturan pergulirannya akan disepakati di dalam forum atau lembaga yang dibentuk oleh masyarakat sendiri dengan fasilitasi pemerintah setempat dan tenaga pendamping.
Dilandasi dari hal di atas, pemerintah dalam hal ini melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) merumuskan suatu bentuk program yang tidak hanya memberikan bantuan pinjaman modal secara bergulir, tetapi juga memberdayakan masyarakat. Program ini diberi nama Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) yang sesuai dengan prinsip pemberdayaan yaitu helping the poor to help themselves.
Program PEMP secara umum bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir usia produktif skala mikro melalui pengembangan kultur kewirausahaan, penguatan kelembagaan, penggalangan partisipasi masyarakat dalam kegiatan pemberdayaan dan diversifikasi usaha yang berkelanjutan dan berbasis sumberdaya lokal.
Strategi Pengembangan Masyarakat Pesisir
Strategi pengembangan masyarakat pantai dapat dilakukan melalui dua pendekatan yaitu, yang bersifat struktural dan non-struktural. Pendekatan struktural adalah pendekatan makro yang menekankan pada penataan sistem dan struktur sosial politik. Pendekatan ini mengutamakan peranan instansi yang berwewenang atau organisasi yang dibentuk untuk pengelolaan wilayah pesisir dan laut pendekatan non-struktural adalah pendekatan yang mengutamakan pemberdayaan masyarakat secara mental dalam rangka meningkatkan kemampuan anggota masyarakat untuk ikut serta dalam pengelolaan dan persoalan pesisir laut.
Kedua pendekatan tersebut harus saling melengkapi dan dilaksanakan secara integratif. Pendekatan struktural membutuhkan langkah-langkah: (1). Pengembangan Aksesibilitas Masyarakat pada Sumber Daya Alam. Tujuannya, untuk membuka lapangan kerja yang lebih luas bagi masyarakat setempat. Pengembangan aksesibilitas masyarakat terhadap sumber daya alam ini sangat diperlukan karena sebagian besar masyarakat pantai telah dan masih akan terus bergantung pada sumber daya alam.
(2). Pengembangan aksesibilitas masyarakat terhadap sumber daya ekonomi. Pengembangan ini dimaksudkan untuk meningkatkan diversifikasi sumber penghasilan masyarakat dan sekaligus meningkatkan kesejahteraan. Langkah ini mencakup perluasan pilihan sumber daya ekonomi seperti perluasan usaha alternatif.
(3). Pengembangan aksesibilitas masyarakat terhadap proses pengambilan keputusan. Keterlibatan masyarakat sangat diperlukan karena kebijakan yang diambil tersebut perlu disesuaikan dengan potensi, aspirasi, dan kepentingan masyarakat. Kebijakan yang berbasis pada potensi masyarakat akan mendorong keterlibatan masyarakat dalam pemanfaatan dan perlindungan sumber daya alam.
(4). Peningkatan aksebilitas masyarakat terhadap informasi. Ketersediaan informasi mengenai potensi dan perkembangan kondisi wilayah dan sumber daya alamnya sangat berharga untuk penyusunan kebijakan, program, dan kegiatan di wilayah tersebut. Ketersediaan informasi ini juga penting bagi masyarakat untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam pengembangan kegiatan dan perannya dalam rangka meningkatkan perekonomian mereka.
(5). Pengembangan kapasitas kelembagaan. Pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan kelembagaan sosial ini diharapkan mampu memperkuat posisi masyarakat dalam menjalankan fungsi manajemen wilayah pesisir dan laut. Selain itu, pengembangan kelembagaan sosial ini diharapkan dapat mendorong tumbuhnya aktivitas masyarakat yang untuk selanjutnya akan berdampak pula pada?berjalannya kegiatan ekonomi sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
(6). Pengembangan sistem pengawasan berbasis masyarakat. Sistem pengawasan yang berbasis pada masyarakat adalah suatu sistem yang dilandasi oleh kepentingan, potensi, dan peranan masyarakat lokal. Untuk itu, sistem pengawasan yang berbasis pada masyarakat tersebut, selain memberikan peluang bagi masyarakat untuk ikut mengawasi sumber daya alam dan wilayah tempat mereka tinggal dan mencari makan juga memperkuat rasa kebersamaan masyarakat dalam mengembangkan potensi daerahnya.
(7). Pengembangan jaringan pendukung. Pengembangan koordinasi yang mencakup pembentukan sistem jaringan manajemen yang dapat saling membantu. Koordinasi melibatkan seluruh unsur terkait (stakeholders); baik jaringan pemerintah, masyarakat, maupun dunia usaha. Keberhasilan dari unsur-unsur ini, selain secara teknis manajemen akan memberikan manfaat praktis, juga secara sosial dan politis dapat mendorong terciptanya integrasi pengelolaan pesisir dan laut.
Pendekatan subjektif menempatkan manusia sebagai subjek yang mempunyai keleluasaan berinisiatif dan berbuat menurut kehendaknya. Pendekatan tersebut berasumsi masyarakat lokal dengan pengetahuan, keterampilan, dan kesadarannya dapat meningkatkan peranannya dalam melindungi sumber daya alam di sekitarnya. Salah satu upaya untuk meningkatkan peran serta masyarakat lokal dalam pengelolaan sumber daya alam dan wilayah pesisir dan laut adalah dengan meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kesadaran masyarakat untuk berbuat demi melindungi sumbar daya alam.
Pendekatan subjektif (non-struktural) tersebut, antara lain peningkatan pengetahuan dan wawasan lingkungan, pengembangan keterampilan masyarakat. Pengembangan keterampilan praktis dalam pengembangan kapasitas masyarakat, pengembangan kualitas diri, peningkatan motivasi masyarakat untuk berperan-serta, penggalian & pengembangan nilai tradisional masyarakat.
Beberapa Permasalahan
Masyarakat pesisir masih menghadapi empat persoalan utama yang harus dibenahi. Karena itulah, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan mengintervensi penguatan ekonomi masyarakat pesisir dan ketahanan desa melalui Program Pengembangan Desa Pesisir Tangguh (PDPT). Empat persoalan utama yang dihadapi masyarakat pesisir adalah tingkat kemiskinan, kerusakan sumber daya pesisir, rendahnya kemandirian organisasi sosial desa, serta minimnya infrastruktur dan kesehatan lingkungan di pemukiman desa.
Keempat persoalan pokok di atas memberikan andil atas tingginya kerentanan desa menghadapi bencana alam dan perubahan iklim. Di sisi lain, hal tersebut turut didukung dengan posisi Indonesia yang berada di kawasan cincin api (ring of fire). Program PDPT menitikberatkan pada upaya integrasi pembangunan sumber daya manusia, pembangunan infrastruktur wilayah pesisir, serta mendukung pembangunan iklim usaha ekonomi produktif.
Artinya, program PDPT ini bermuara pada pengentasan kemiskinan, keberlanjutan kelembagaan masyarakat, kelestarian lingkungan, kemandirian keuangan desa, siaga terhadap bencana, serta perubahan iklim.
Sebagai langkah nyata di dalam pelaksanaan PDPT, pemerintah telah melakukan penataan dan peningkatan kehidupan desa pesisir berbasiskan masyarakat, menginovasi kegiatan yang mampu menghasilkan output yang sesuai dengan permasalahan dan prioritas kebutuhan masyarakat, sehingga dapat memberikan manfaat riil bagi masyarakat pesisir.
Selanjutnya, pembelajaran secara tidak langsung kepada masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil agar dapat menemukan cara-cara pemecahan masalah dan kebutuhannya sendiri dengan memberdayakan segenap potensi yang ada. Dan terakhir, mendorong masyarakat pesisir menjadi agen pembangunan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang dihadapi komunitas desa pesisir tersebut.
Beberapa Hal yang Perlu Disimak
1. Pemberdayaan masyarakat pesisir dilakukan berbasis masyarakat. Agar lebih optimal jika direalisasikan dengan pendekatan konsep co-management, yaitu konsep manajemen pengelolaan bersama. Artinya, para pihak yang berkepentingan setuju saling berbagi peran dalam pengelolaan, serta hak dan tanggung jawab, dengan tujuan utama agar pengelolaan lebih tepat, efisien, adil, dan merata (Nikijuluw 2002);
Baca Juga: Save Our Sea: Ketika Sampah Plastik Jadi Public Enemy
2. Salah satu formulasi strategi pemberdayaan kaum nelayan adalah pengembangan akses permodalan karena pemasalahan ini selalu menjadi faktor utama penghambat dalam menaikkan taraf ekonomi para nelayan miskin. Yaitu sulitnya memperoleh modal untuk pengembangan teknologi dan skala usahanya. Pemerintah diharapkan bisa mengalokasikan dana dalam bentuk skim khusus untuk memberikan modal kepada para nelayan;
3. Perlu pengembangan teknologi, karena penggunaan teknologi yang sederhana selama ini berdampak pada rendahnya pendapatan mereka. Juga perbaikan teknologi dan penggunaan teknologi yang lebih modern agar dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. Selain itu, penggunaan teknologi harus disesuaikan dengan karekteristik dan kebutuhan nelayan, baik dari segi kapasitas kemampuan dan keterampilan sumberdaya mereka;
4. Dalam pengembangan akses pemasaran, pemerintah harus membantu dengan membuka dan memberikan akses yang lebih luas lagi dalam pemasaran hasil tangkapan para nelayan. Perbaikan sistem dan pengembangan akses pemasaran penting dipertimbangkan dalam pemberdayaan masyarakat pesisir oleh pemerintah daerah sehingga para nelayan bisa bersaing dengan para nelayan kaya dan pemilik modal lainnya;
5. Dengan penguatan kelembagaan, para nelayan dan masyarakat pesisir diharapkan dapat meningkatkan posisi tawarnya secara sosial dan ekonomi sehingga akan menjadi sebuah fondasi yang kokoh dalam upaya menanggulangi kemiskinan secara mandiri.
Akhir kata, upaya untuk mengeluarkan masyarakat pesisir dari kemiskinan sudah sejak dulu dilakukan oleh pemerintah. Beberapa kebijakan pemerintah bahkan telah dilaksanakan secara langsung, yaitu fasilitasi sarana dan prasarana, perluasan lapangan usaha, modernisasi alat tangkap, bantuan permodalan dll. Namun sayangnya, program-program pemerintah yang selama ini diberikan kepada masyarakat pesisir lebih bernuansa bantuan dibandingkan dengan program pemberdayaan.
Hal ini telah menimbulkan persepsi dan pola pikir yang keliru di masyarakat pesisir yang menganggap program tersebut sebagai hadiah (charity). Kalau sudah soal hadiah, sepertinya susah mengubah mindset yang sudah mengakar. Jadi ingat pepatah Jawa yang mengatakan: watuk biso diobati, watek susah diowahi.
Artinya: batuk bisa diobati, sedangkan karakter susah diubah. Tapi sejujurnya, upaya untuk mengangkat harkat kehidupan dan martabat masyarakat pesisir melalui pemberdayaan berbasis masyarakat telah menjadi semangat pemimpin nasional maupun lokal. Tinggal menunggu siapa figur yang konsisten, komitmen, dan concern mewujudkan kesejahteraan masyarakat pesisir di masa mendatang.
Kita tunggu saja pernyataan Bill Gates: seperti yang kita lihat pada masa yang akan datang, pemimpin akan menjadi orang-orang yang memberdayakan orang lain ? menjadi nyata. Kita tunggu saja. Tanpa batas sampai kapannya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait: