Tim Advokasi Markaz Syariah akan mengirimkan jawaban atas somasi dari PTPN VIII tentang sengketa lahan Markaz Syariah di Megamendung, Senin (28/12/2020). Dalam surat jawaban tersebut, kuasa hukum menyebut somasi PTPN VIII adalah error in persona karena seharusnya mereka mengajukan keluhan, baik pidana ataupun perdata kepada pihak yang menjual tanah tersebut kepada Pihak Pesantren atau Habib Rizieq.
Para kuasa hukum yang terdiri atas Munarman, Sugito Atmo Pawiro, Ichwanudin Tuankotta, Aziz Yanuar, Nasrullah Nasution, dan Yudi Kosasih, menegaskan, tim hukum mengaku baru mengetahui keberadaan SHGU Nomor 299 tertanggal 4 Juli 2008 melalui surat saudara Nomor SB/I.1/6131/XII/2020, tertanggal 18 Desember 2020.
“Bahwa terhadap lahan yang saat ini ditempati, digarap dan telah dibangun di atasnya bangunan Pondok Pesantren Agrokultural Markaz Syariah oleh klien kami, telah dibeli dari para petani yang menguasai dan mengelola lahan secara fisik serta dari para pemilik sebelumnya,” tulis tim kuasa hukum dikutip pada Senin (28/12).
Baca Juga: Jokowi Pernah Gebuk Prabowo Soal Tanah HGU, Erick hingga Luhut Ikut Terseret
Selain itu, kuasa hukum menegaskan bahwa lahan tersebut sebelumnya adalah merupakan lahan kosong atau tanah terlantar yang dikuasai secara fisik dan dikelola oleh banyak masyarakat lebih dari 25 tahun lamanya.
“Bahwa berlatar belakang penguasaan fisik yang sedemikian lama oleh masyarakat, sehingga klien kami berkeyakinan atas lahan tersebut secara hukum memang benar milik para penggarap, sehingga klien kami bersedia untuk membeli lahan-lahan tersebut dari para para pemilik atas lahan tersebut,” lanjut isi surat tersebut.
Selain itu, kuasa hukum mengkalaim, pihak pesantren dengan diketahui semua aparat dari mulai Kepala Desa hingga Gubernur membeli tanah tersebut dari pihak lain yang mengaku dan menerangkan tanah tersebut miliknya.
“Pengakuan tersebut dibenarkan oleh pejabat yang terkait yang mengetahui dan memproses administrasi peralihan atas tanah tersebut. Secara hukum dilihat dari aspek hukum perdata dan hukum acara perdata PT. PN VIII keliru dan tidak memiliki alasan hukum untuk meminta Pihak HRS mengosongkan lahan tersebut,” tulisnya.
“Kecuali ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang memutuskan bahwa kedudukan pihak pesantren atau HRS sebagai pembeli beritikad baik dibatalkan, dengan kata lain somasi tersbut prematur dan salah pihak,” lanjut kuasa hukum.
Baca Juga: Lahan Rebutan FPI Vs PTPN, BPN: Itu Milik Negara!
Kuasa hukum menyatakan bukti-bukti jual beli antara kliennya dengan pengelola dan pemilik juga sudah sangat lengkap dan diketahui oleh perangkat Desa, baik RT, RW setempat yang kemudian terhadap surat tersebut telah ditembuskan kepada Bupati Kabupaten Bogor dan Gubernur Jawa Barat, sehingga legal standing klien kami dalam menempati dan mengusahakan atas lahan tersebut tidak dengan cara melawan hukum.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: