Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Sebulan APBN Tekor Rp45 Triliun, Sri Mulyani Gak Cemas & Sedih

        Sebulan APBN Tekor Rp45 Triliun, Sri Mulyani Gak Cemas & Sedih Kredit Foto: Fajar Sulaiman
        Warta Ekonomi -

        Gempuran Corona terhadap kantong negara benar-benar dahsyat. Dalam sebulan, APBN tekor Rp 45 triliun. Meski begitu, Menteri Keuangan, Sri Mulyani tak menunjukkan wajah cemas dan sedih.

        Sikap tersebut diperlihatkan Sri Mulyani saat jumpa pers virtual “APBN Kita”, kemarin. Acara yang digelar pukul 1 siang ini juga dihadiri jajaran eselon 1 Kementerian Keuangan. Acara ini mengambil tema: Jaga Sentimen Positif Pemulihan Ekonomi Perkuat Implementasi dan Sinergi Kebijakan Ekonomi.

        Mengenakan batik berwarna coklat, Sri Mulyani menjelaskan soal kondisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) terbaru. Seperti biasa, penjelasan Sri Mulyani sangat gamblang, dan mudah dimengerti.

        Baca Juga: Utang RI Nyaris Rp6.000 Triliun, Jawaban Sri Mulyani Bikin Terkaget-kaget

        Di awal pembicaraan, dia menjelaskan soal perkembangan kasus Covid-19 di Indonesia dan global. Dia pun mengajak media tetap menjalankan protokol kesehatan untuk menekan penyebaran Covid-19.

        Setelah itu, barulah dia mulai menjelaskan kondisi perekonomian terkini. Mulai dari masalah penerimaan negara, defisit sampai pertumbuhan

        Untuk masalah defisit, Sri Mulyani mengatakan, bulan lalu, APBN tekor Rp 45,7 triliun atau 0,26 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Angka itu lebih tinggi dari Desember 2020 yang hanya Rp 34,8 triliun, atau 0,23 persen terhadap PDB.

        “Naik 31,5 persen dibandingkan Januari tahun lalu. Hal itu karena Januari tahun lalu belum mengalami Covid-19,” ujar Sri Mulyani.

        Kenapa bisa besar defisitnya? Eks direktur pelaksana Bank Dunia itu menjelaskan, realisasi penerimaan negara hingga Januari 2021 hanya Rp 100,1 triliun. Capaian itu lebih sedikit dibandingkan periode yang sama tahun lalu, yakni Rp 105,1 triliun. Sementara total belanja negara tembus Rp 1.743,6 triliun.

        Sementara, realisasi belanja negara hingga Januari 2021 sebesar Rp 145,8 triliun. Nilai itu naik 4,2 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 139,9 triliun. Adapun total belanja negara mencapai Rp 2.750 triliun. Sementara keseimbangan primer defisit Rp 21 triliun.

        Meski defisit melebar, Sri Mulyani tidak panik dan cemas. Dia yakin perekonomian akan membaik. Proyeksinya, pertumbuhan masih di level 5 persen, tepatnya di rentang 4,3-5,5 persen. Memang prediksi itu berbeda dengan asumsi di APBN 2021 sebesar 4,5-5,5 persen.

        “Sekarang rentangnya agak bergeser. Tapi, titik perkiraan kita ada di 5 persen,” bebernya.

        Dia melihat, pemulihan ekonomi berjalan dengan baik. Karena itu, pemerintah akan terus memberi stimulus untuk mengakselerasi perekonomian. Dengan begitu, momentum perbaikan di kuartal I tetap terjaga. “Dengan kuartal I yang cukup solid, kita akan jaga supaya di kuartal II dan III akan rebound, atau pemulihannya makin dipercepat,” katanya.

        Bagaimana tanggapan pengamat soal jebolnya kantong negara ini? Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, Piter Abdullah mengatakan, defisit yang melebar dikarenakan realisasi anggaran yang ditingkatkan pada awal tahun, dengan fokus ke sektor kesehatan dan program vaksinasi. Tujuannya, menyelesaikan pandemi dan memulihkan ekonomi.

        Piter lebih memilih defisit melebar ketimbang pemerintah tidak berbuat apa-apa dalam menanggulangi pandemi. “Kita ini lucu. Pemerintah serius, dan fokus menanggulangi pandemi, justru kita kritis defisit anggarannya. Nanti pemerintah tidak melakukan apa-apa demi menjaga defisit, kita protes juga,” ulas Piter saat dihubungi, tadi malam.

        Baca Juga: Menteri Sri Mulyani Selundupkan Brompton? Bea Cukai Akui Kalau itu...

        Bertambahnya defisit merupakan hal yang wajar saat menangani pandemi. Menurut dia, negara seperti Amerika Serikat, maupun negara maju lainnya juga melakukan hal serupa. Karena penerimaan pajak turun, sementara tuntutan belanja seperti bantuan sosial naik signifikan.

        Dia menyarankan pemerintah untuk fokus ke pengendalian pandemi, membantu masyarakat dan dunia usaha. Itu lebih utama daripada hanya terpaku soal defisit. Sebab, jika pandemi berakhir, otomatis ekonomi pulih.

        Lalu, apakah tren kenaikan defisit ini akan berlanjut setiap bulannya? Piter yakin, pemerintah akan menjaga laju defisit agar tidak melampaui angka yang sudah ditetapkan.

        “Kalau sudah melonjak di Januari, diharapkan bisa lebih rendah pada bulan-bulan berikutnya. Sehingga totalnya masih masuk target pemerintah tahun 2021 di sekitar 5 sampai 6 persen terhadap PDB,” pungkasnya.

        Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) memprediksi pertumbuhan ekonomi 2021 dikisaran 4,3-5,3 persen. Sementara prediksi pertumbuhan ekonomi global tahun ini mencapai 5,1 persen.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Rosmayanti

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: