Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Jika Setiap Unrealized Loss Dipidanakan, Pengamat: Investor Bisa Kabur Kalau Begini!

        Jika Setiap Unrealized Loss Dipidanakan, Pengamat: Investor Bisa Kabur Kalau Begini! Kredit Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Kasus unrealized loss investasi saham yang dialami PT Asuransi Jiwasraya (Jiwasraya) dan BPJS Ketenagakerjaan (BPJSTK) ramai diperbincangkan beberapa waktu terakhir. Namun hanya Jiwasraya yang digarap penyidik Kejaksaan Agung.

        Banyak yang mempertanyakan apakah unrealized loss nilai saham yang dialami dua perusahaan pelat merah itu bisa dikategorikan sebagai bentuk kerugian negara?

        Menurut Analis Reliance Sekuritas, Lanjar Nafi mengatakan bahwa unrealized loss adalah hal yang biasa terjadi apabila saat membeli atau berinvestasi saham, harga sahamnya mengalami penurunan.

        "Selama saham tersebut masih berada di portofolio atau tidak dijual," ujar Lanjar melalui keterangan tertulisnya di Jakarta, Sabtu (10/4/2021).

        Baca Juga: Piter Rasiman Khawatir Proses Penegakan Hukum Jiwasraya Bisa Timbulkan Kepanikan Investor

        Dirinya menilai, untuk seorang Investor dengan tipe Growth Investor dan Value Investor, mengalami unrealized loss itu hal yang wajar terjadi di tengah tingkat volatilitas harga di market yang dinamis pada jangka pendek.

        Menurutnya, kerugian baru akan terjadi apabila saham tersebut sudah dijual dengan nilai lebih rendah dari perolehannya. "Selama belum menjual sahamnya itu tidak bisa dinyatakan kerugian," ujarnya.

        Senada juga dikatakan oleh Analis Binaartha Sekuritas, Muhammad Nafan Aji Gusta Utama. Menurutnya, jika menjadi unrealized loss atau potential loss jangan dijual dulu. "Nanti kalau harga saham sudah naik, jadi unrealized profit misalkan karena kan terjadi perubahan presentase dari negatif ke positif kan untung. Profit itu buah dari kesabaran," kata Nafan.

        Sementara pengamat kejaksaan Fajar Trio Winarko menyebut jika unrealized loss suatu saham dipidanakan, maka akan berujung kaburnya para investor. "Terutama kepemilikan saham BUMN. Jika penyidik serampangan ditambah lagi dengan penyitaan aset yang melanggar aturan, otomatis bikin gaduh dan membuat para investor saham BUMN kabur. Jaksa Agung harus tegas mengontrol penegakan hukum yang dilakukan anak buahnya. Jangan hanya terima laporan saja, turun dan cek ke lapangan," kata Fajar.

        Terkait kasus PT Asuransi Jiwasraya yang berawal dari unrealized loss, sementara BPJS TK yang 'bebas' dari jeratan hukum, pakar hukum pidana Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI), Suparji Ahmad mengatakan bahwa penyidik jangan tebang pilih dalam menangani suatu kasus seharusnya tidak boleh terjadi.

        "Harus ada penjelasan secara transparan dan akuntabel mengenai proses hukum tersebut," ujar Suparji.

        Baca Juga: Jangan Samakan! Ini Bedanya Kasus BPJamsostek dengan Kasus Jiwasraya dan Asabri

        Menurutnya, jika memang konstruksi hukumnya sama dan unsur-unsurnya terpenuhi harus diproses. Termasuk dalam penyitaan aset para tersangka ataupun terdakwa atau bahkan pihak ketiga yang tidak sesuai dengan Pasal 39 KUHAP.

        Kata dia, jika aset tersebut tak ada kaitannya dengan kasus, maka tidak boleh dilakukan penyitaan. "Penyitaan hanya dapat dilakukan untuk pembuktian dan pengembalian kerugian negara. Sebetulnya tidak boleh jika tidak ada kaitannya dengan tindak kejahatannya. Jadi jangan sampai penegak hukum malah melanggar hukum," kata dia.

        Menurutnya, untuk membuktikan apakah penyidik melakukan pelanggaran terkait penyitaan aset, harus ditempuh dengan jalur praperadilan. "Lakukan praperadilan, harus diuji di praperadilan," kata dia.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Annisa Nurfitri
        Editor: Annisa Nurfitri

        Bagikan Artikel: