Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Perkuat Payung Hukum Implementasi Pajak Digital, Ini yang Perlu Dilakukan Pemerintah

        Perkuat Payung Hukum Implementasi Pajak Digital, Ini yang Perlu Dilakukan Pemerintah Kredit Foto: Istimewa
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Sejak 1 Agustus 2020, diberlakukan aturan yang mewajibkan konsumen membayar pajak pertambahan nilai (PPN) 10 persen jika membeli barang dan jasa yang dijual perusahaan internasional berbasis digital. Untuk itu, pemerintah perlu melakukan beberapa hal agar dapat memperkuat payung hukum implementasi pajak digital.

        Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Pingkan Audrine Kosijungan menjelaskan, hal pertama yang perlu dilakukan oleh pemerintah adalah mengamandemen Undang-Undang (UU) Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

        Baca Juga: Pajak Digital: Potensi dan Tantangannya

        UU ini tidak melihat badan usaha sebagai pihak yang bertanggung jawab untuk pemungutan pajak di Indonesia. Kewajiban pajak perlu diakui dalam UU agar pihak yang tidak menjalankan kewajibannya dapat dikenakan sanksi. Hal ini untuk menghindari timbulnya masalah mengenai kepatuhan pajak di masa yang akan datang.

        "Oleh karena itu, pemerintah perlu mengkonsiderasi amandemen atas UU tersebut," ungkap Pingkan dalam siaran pers yang diterima Warta Ekonomi, Jumat (21/5/2021).

        Kemudian, Pingkan menyebutkan perlu adanya pembagian wewenang yang jelas bagi para institusi terkait implementasi pajak digital. Indonesia umumnya tetap menggunakan mekanisme penyelesaian sengketa pajak konvensional yang sulit diterapkan dalam ranah ekonomi digital.

        Misalnya UU Nomor 2 Tahun 2000 yang menyatakan penalti untuk pemungut PPN yang tidak patuh termasuk pemutusan akses operasional oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), namun tidak implementasi lebih lanjut tentang aturan tersebut di Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

        Terakhir, perlu adanya mekanisme penyelesaian sengketa yang inklusif dan efektif. Untuk mewujudkan hal tersebut, perlu adanya dialog antara pemerintah dan swasta atau Public-Private Dialogue (PPD) dengan melibatkan pewakilan pemangku kepentingan secara luas. Cara tersebut akan membantu menyediakan kepastian hukum untuk subjek pajak dan pemungut PPN.

        Selain itu, proses tersebut juga akan membangun kepercayaan para pelaku usaha sehingga dapat menjembatani hubungan antara mereka dengan Kemenkeu. Cara ini juga akan membantu Kemenkeu beradaptasi dengan model bisnis digital yang kerap kali berubah seiring dengan perkembangan sektor digital.

        "Potensi pajak digital untuk pendapatan negara sebenarnya cukup besar. Apalagi sekarang ini semakin banyak bisnis berbasis offline bergeser menggunakan platform online. Walaupun demikian, kita juga patut memperhatikan kesiapan regulasi dan teknis implementasinya seperti apa," jelas Pingkan.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Imamatul Silfia
        Editor: Alfi Dinilhaq

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: