Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Dukung Penguatan Perlindungan Konsumen, CIPS Dukung Revisi UU PK

        Dukung Penguatan Perlindungan Konsumen, CIPS Dukung Revisi UU PK Kredit Foto: Unsplash/William Iven
        Warta Ekonomi, Sumedang -

        4 Maret 2022, Pemerintah perlu memperkuat upaya perlindungan konsumen, salah satunya melalui revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU PK). Pandemi Covid-19 sudah menunjukkan perlindungan konsumen di Indonesia masih lemah, lewat fenomena panic buying dan melonjaknya harga beberapa komoditas penting.

        “Revisi UU PK perlu dilakukan untuk merespons dinamika yang terjadi di masyarakat. UU perlu relevan dengan perkembangan perdagangan offline dan e-commerce dan juga aspek untuk melindungi konsumen di kedua platform tersebut,” jelas Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Pingkan Audrine Kosijungan dalam keterangan pers yang diterima di Sumedang, Jumat (4/3/2022).

        Baca Juga: CIPS: Produksi Biofuel Ganggu Kestabilan Pasokan Minyak Goreng

        Pingkan memaparkan, UU PK merupakan dasar hukum utama untuk perlindungan konsumen di Indonesia. Berdasarkan UU PK terdapat beberapa hak-hak konsumen yaitu diperlakukan secara jujur; hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang atau jasa; hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur; serta hak untuk mendapatkan perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa konsumen.

        Berdasarkan penelitian CIPS, meskipun UU PK secara umum telah menjabarkan hak-hak konsumen, namun UU ini masih belum mengakomodasi hak-hak konsumen dalam transaksi digital sebab beberapa ketentuan terkait transaksi digital belum dibahas secara memadai.

        Sebagai contoh, saat ini masyarakat mulai menggunakan platform e-commerce untuk melakukan transaksi. Akan tetapi, e-commerce merupakan pihak ketiga yang bersifat sebagai penghubung antara penjual dengan konsumen. Platform berperan penting dalam menengahi sengketa dan memfasilitasi ganti rugi antara konsumen dengan penjual. Namun UU PK belum mengakomodir posisi pihak ketiga.

        Perlindungan konsumen juga dibahas pada Undang-Undang Nomor 7 tahun 2014 tentang Perdagangan (UU Perdagangan). UU Perdagangan mewajibkan bisnis online untuk menyediakan informasi yang lengkap dan jelas.

        Selain itu, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 80 tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PP PMSE) juga membahas mengenai perdagangan elektronik dan sudah memberikan sanksi untuk pelanggaran seperti iklan yang tidak sesuai.

        “Sayangnya mekanisme ganti rugi dalam PP PMSE tidak konsisten dengan UU PK. UU PK mengatur ganti rugi dilakukan melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSKI). Sedangkan dalam PP PMSE disebutkan hal ini dilakukan oleh Kementerian Perdagangan. Hal ini menunjukkan perlunya menyelaraskan mekanisme ganti rugi dan pelaporan agar tidak membuat konsumen bingung dan memperjelas tanggung jawab antara kementerian maupun lembaga terkait,” tegasnya.

        Baca Juga: Dampak Kedaulatan Siber Berlebihan? CIPS: Bisa Mengancam Peluang Ekonomi Indonesia

        Meskipun UU PK tidak mengakui peran pihak ketiga dalam penyelesaian sengketa, dalam praktiknya, platform e-commerce telah memberikan layanan aduan seperti skema pengembalian barang dan dana apabila konsumen merasa barangnya tidak sesuai dengan yang diiklankan. Hal ini, menurut Pingkan, sangat positif karena platform memahami kepuasan konsumen akan berdampak pada perkembangan usaha sehingga mereka menerapkan regulasi mandiri untuk melindungi konsumen digital. Hal ini juga menunjukkan bahwa melibatkan sektor swasta dapat mendorong pelaksanaan bisnis yang bertanggung jawab.

        “CIPS juga merekomendasikan mekanisme pengaturan bersama atau koregulasi dapat diterapkan untuk kolaborasi yang berkelanjutan dan transparan antara pemerintah dengan pihak swasta dalam mengatasi tantangan perlindungan konsumen,” imbuhnya.

        Upaya pemberdayaan konsumen juga harus ditingkatkan lewat kerja sama pemerintah, swasta, dan lembaga masyarakat dalam mensosialisasikan informasi mengenai hak-hak konsumen, skema pelaporan jika mengalami kerugian, dan juga peningkatan literasi digital.

        Konsumen juga perlu mengetahui informasi produk dengan menyeluruh sebelum bertransaksi dan memahami skema pelaporan dan pengembalian produk jika tidak sesuai.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Aldi Ginastiar
        Editor: Aldi Ginastiar

        Bagikan Artikel: