Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Apa Itu Butterfly Effect?

        Apa Itu Butterfly Effect? Kredit Foto: Unsplash/KOBU Agency
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Butterfly Effect adalah bagian dari teori chaos, yang menyatakan bahwa dapat terjadi perubahan besar meski berasal dari hal kecil. Kekacauan dimungkinkan karena sistem yang sangat sensitif terhadap kondisi awal. Perbedaan kecil dalam kondisi awal, dari waktu ke waktu dapat membuat perbedaan besar dalam cara berkembangnya sistem kompleks dari fenomena yang saling terkait.

        Teori chaos secara khusus tertarik pada studi tentang perilaku acak atau tak terduga bahkan dalam sistem yang seharusnya diatur oleh hukum deterministik. Hukum deterministik seharusnya menghilangkan hal yang tak jelas, karena determinisme dalam pengertian filosofis adalah gagasan bahwa semua peristiwa sepenuhnya ditentukan oleh penyebab yang ada sebelumnya.

        Butterfly Effect menghilangkan gagasan sistem deterministik, karena menunjukkan bahwa ada cara non-linear di mana perbedaan kecil mengubah efek dari suatu sebab.

        Baca Juga: Apa Itu Hustle Culture?

        Butterfly atau kupu-kupu secara harfiah adalah tentang konsekuensi. Ini menggambarkan bagaimana hal-hal yang sangat kecil dapat berdampak besar, yang artinya kita tidak bisa mengabaikan hal-hal kecil begitu saja. Bahkan identifikasi efek kupu-kupu berdampak signifikan pada cara para ilmuwan dan ekonom memahami dunia.

        Ucapan paling awal yang berkaitan dengan efek kupu-kupu tampaknya berasal dari Benjamin Franklin, dari abad ke-13 atau ke-14. Dia menawarkan deskripsi puitis tentang gagasan bahwa hal-hal kecil dapat berdampak signifikan pada konsekuensi yang lebih besar.

        Namun, meskipun gagasan yang mirip dengan konsep tersebut telah beredar selama berabad-abad, butterfly effect pertama kali disebut oleh ahli meteorologi dan matematikawan Edward Lorenz. Lorenz sedang mencari cara untuk memprediksi cuaca secara akurat, namun, dia menemukan bahwa model linier matematis tidak memberikan prediksi yang akurat.

        Lorenz menyadari bahwa perubahan kecil pada kondisi awal dapat menyebabkan efek yang sangat berbeda ketika dia mengubah kondisi atmosfer awal sebesar 0,000127. Perubahan kecil yang tampaknya tidak signifikan seperti itu, menyebabkan model memprediksi kondisi cuaca masa depan yang sangat berbeda. Dia menyadari bahwa perubahan sangat kecil pada kondisi awal dapat berarti perbedaan besar pada kejadian selanjutnya.

        Pada tahun 1963, ia menerbitkan makalah dengan ide-ide tersebut, berjudul Deterministic Nonperiodic Flow. Dalam makalah ini, dia pada dasarnya berargumen bahwa prediksi cuaca tidak akurat bukan hanya karena mengetahui kondisi awal yang tepat tidak mungkin, tetapi sedikit perubahan juga membuang hasilnya.

        Makalah itu ilmiah dan sarat jargon, yang membuat Lorenz mulai menggunakan konsep yang lebih enak selama wawancara: butterfly effect. Dia menyamakan temuannya dengan gagasan bahwa kepakan sayap kupu-kupu mewakili perubahan kecil dalam kondisi atmosfer yang berpotensi mengubah lintasan topan.

        Lorenz menekankan bahwa butterfly effect tidak serta merta mengubah jalannya peristiwa, tetapi itu bisa untuk mengetahui apa yang menyebabkan perubahan. Oleh karena itu, Lorenz menganjurkan model kekacauan deterministik yang menjelaskan pertumbuhan kesalahan secara eksponensial.

        Lorenz awalnya menggunakan burung camar yang menyebabkan badai tetapi dibujuk untuk membuatnya lebih puitis dengan penggunaan kupu-kupu dan tornado pada tahun 1972. Dia menemukan efeknya ketika dia mengamati rangkaian model cuacanya dengan data kondisi awal yang dibulatkan dengan cara yang tampaknya tidak penting. Dia mencatat bahwa model cuaca akan gagal mereproduksi hasil lari dengan data kondisi awal yang tidak dibulatkan. Perubahan yang sangat kecil pada kondisi awal telah menciptakan hasil yang sangat berbeda.

        Gagasan bahwa penyebab kecil mungkin memiliki efek besar pada cuaca sebelumnya diakui oleh ahli matematika dan insinyur Prancis Henri Poincare. Ahli matematika dan filsuf Amerika Norbert Wiener juga berkontribusi pada teori ini.

        Karya Lorenz menempatkan konsep ketidakstabilan atmosfer bumi pada basis kuantitatif dan menghubungkan konsep ketidakstabilan dengan sifat kelas besar sistem dinamis yang mengalami dinamika nonlinier dan kekacauan deterministik.

        Konsep efek kupu-kupu telah digunakan di luar konteks ilmu cuaca sebagai istilah luas untuk situasi apa pun di mana perubahan kecil dianggap sebagai penyebab konsekuensi yang lebih besar.

        Bila diterapkan pada bisnis, butterfly effect menggambarkan fenomena di mana tindakan paling sederhana menghasilkan imbalan terbesar. Lorenz mencatat bahwa tindakan kecil kupu-kupu yang mengepakkan sayapnya berpotensi menyebabkan tindakan yang semakin besar yang mengakibatkan topan.

        Bisnis dapat memanfaatkan butterfly effect dengan memasukkan tindakan positif kecil yang memiliki konsekuensi positif yang signifikan.

        Perubahan ini berpotensi mendatangkan keuntungan yang jauh melebihi jumlah besar uang yang dikeluarkan bisnis untuk menarik pelanggan. Bisnis adalah tentang manusia dan kesuksesan bergantung pada hubungan yang kuat antara karyawan, pelanggan, dan pemangku kepentingan lainnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Fajria Anindya Utami
        Editor: Fajria Anindya Utami

        Bagikan Artikel: