Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat memunculkan kekhawatiran hampir seluruh negara mitra dagang Negeri Paman Sam itu. Bagaimana tidak, pria kelahiran 14 Juni 1946 itu dalam kampanyenya menyatakan akan lebih proteksionis untuk kepentingan dalam negeri mereka.
Perekonomian global yang masih belum pulih, ditambah aksi dari Presiden Amerika Serikat terpilih, dan bayang-bayang kelabu dari Benua Biru Eropa, membuat pimpinan negara-negara di dunia waswas tentang apa yang akan terjadi pada tahun 2017.
Bagi Indonesia, Amerika Serikat merupakan pasar tradisional atau negara tujuan ekspor potensial produk dalam negeri. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat surplus perdagangan Indonesia dengan negara tersebut mencapai 7,7 miliar dolar AS selama Januari hingga November 2016.
Namun, kondisi yang dianggap mengkhawatirkan tersebut justru dipandang lain oleh pemerintah Indonesia. Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, dalam wawancara dengan Antara, menyatakan bahwa meskipun Trump menyatakan akan lebih memproteksi Amerika Serikat, masih ada peluang yang bisa dimanfaatkan Indonesia.
"Amerika tidak mungkin menutup diri karena mereka perlu ekspor produk mereka ke Indonesia. Jika Amerika Serikat hanya berdiri sendiri, perputaran ekonomi sudah tidak mungkin terjadi," kata Enggartiasto di Jakarta, Kamis (15/12/2016).
Berdasarkan catatan, ada sedikit penurunan kinerja ekspor ke Amerika Serikat. Pada tahun 2014, ekspor sebanyak 16,53 miliar dolar AS dan turun tipis pada tahun 2015 menjadi 16,24 miliar dolar AS. Hingga November 2016, ekspor Indonesia ke Negeri Paman Sam itu sebesar 14,22 miliar dolar AS.
Keyakinan tersebut bukan hanya soal kinerja ekspor ke Amerika Serikat, melainkan kinerja ekspor Indonesia secara keseluruhan. Meski banyak dirundung ketidakpastian global, pemerintah tetap mendorong penyelesaian beberapa kerangka kerja sama, baik bilateral maupun multilateral.
Enggartiasto menambahkan bahwa pasar tradisional, seperti Amerika Serikat, harus dipertahankan. Meskipun nanti cenderung proteksionis, kecil kemungkinan untuk benar-benar menutup diri, terlebih Indonesia merupakan negara tujuan ekspor produk Amerika Serikat.
"Negara lain juga pasti akan lakukan (proteksi), tergantung bagaimana cara kita untuk bernegosiasi, termasuk dengan Trump. Kita masih banyak peluang, dan ekspor akan lebih baik pada tahun 2017, termasuk ke Amerika Serikat," kata Enggartiasto.
Bahkan, sesungguhnya India saat ini jauh lebih proteksionis ketimbang Amerika Serikat. Beberapa komoditas ekspor Indonesia ke India dikenai kebijakan Countervailing Duties (CVD) atau aksi penerapan pungutan tambahan terhadap produk impor dari suatu negara.
Tercatat, CVD untuk pala (rempah-rempah) sebesar 30 persen, furnitur 10 persen, gaharu dan bunga melati 60 persen, karet 25 s.d. 70 persen, kacang mete 30 persen. Bahkan, tidak tanggung-tanggung, pinang dikenai CVD mencapai 103 persen.
"(India) Lebih (proteksionis), sementara Amerika itu akan, India itu sudah," ujar Enggartiasto.
Meski banyak hambatan, tercatat neraca perdagangan Indonesia dengan India pada periode Januari s.d. Oktober 2016 mengantongi surplus sebesar 5,85 miliar dolar AS.
Dengan keyakinan tersebut, pemerintah Indonesia memandang pada tahun 2017 kinerja ekspor bisa lebih baik dibanding 2016. Tentu saja, bukan hanya mengandalkan negara-negara tradisional seperti, Amerika Serikat dan Republik Rakyat Tiongok, melainkan berupaya untuk menembus pasar-pasar baru yang potensial. (Ant/Vicki Febrianto)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait:
Advertisement