Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Metode Kerangka Sampel Area Mampu Atasi Isu Overestimasi

Metode Kerangka Sampel Area Mampu Atasi Isu Overestimasi Kredit Foto: Sufri Yuliardi

Hasil PIPA menunjukkan, produksi padi nasional di periode tersebut hanya sebesar 32,87 juta ton GKG, jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan data produksi padi lewat metode yang selama ini digunakan, yaitu mencapai 67,26 juta ton GKG.

Dalam praktiknya, angka produksi tanaman pangan, dalam hal ini padi, merupakan hasil perkalian antara luas panen dan estimasi produktivitas. Pengumpulan data luas panen dilakukan oleh Dinas Pertanian melalui kegiatan Statistik Pertanian (SP) di bawah tanggung jawab Kementan.

Sedangkan data produktivitas dilakukan melalui Survei Ubinan untuk memperoleh estimasi rata-rata produktivitas, dan hal ini menjadi tanggung jawab BPS.

Dikarenakan gencarnya isu overestimasi tersebut, akhirnya BPS menghentikan sementara rilis produksi tanaman pangan sejak 2016 dan mulai menggunakan KSA untuk menghitung luas panen tanaman padi, di mana rilis pertama KSA dilakukan di 2018 lalu. Berdasarkan KSA, luas panen padi di Indonesia periode Januari-September 2018 menunjukkan angka 9,54 juta hektare.

Baca Juga: Kementan Cegah Penyakit pada Padi dengan Perlakuan Benih

Pada dasarnya, Galuh menjelaskan, KSA merupakan metode yang dikembangkan BPS bekerja sama dengan Badan Pengkajian dan Pengembangan Teknologi (BPPT). Pengumpulan data melalui KSA menggunakan area segmen sebagai sampel perhitungan. Implementasi KSA di Indonesia sendiri menggabungkan peta luas baku lahan sawah yang diperoleh dari teknologi penginderaan jarak jauh (citra satelit) sebagai kerangka pengambilan sampel dan pemanfaatan perangkat Android untuk observasi lapangan.

Angka baru yang dikeluarkan lewat KSA mengindikasikan adanya kelebihan data produksi sebesar 32% karena subjektivitas dalam pengukuran luas panen dengan menggunakan metode lama. Output dari KSA nyatanya memberikan prediksi potensi luas panen untuk tiga bulan setelahnya.

"Hal ini tentu sangat membantu dalam pengambilan kebijakan pangan yang antisipatif," tukas Galuh.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: