Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Praktisi Hukum Sebut Sub-Holding Dapat Perlincah Kinerja BUMN

Praktisi Hukum Sebut Sub-Holding Dapat Perlincah Kinerja BUMN Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Rencana Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) membentuk sub-holding sektoral BUMN merupakan suatu langkah strategis untuk membawa perusahaan-perusahaan milik pemerintah menjadi perusahaan modern sekaligus lebih relevan dengan perkembangan. Fleksibilitas usaha akan meningkat dan fokus core business masing-masing BUMN akan makin tajam.

Demikian diungkapkan praktisi hukum dari firma hukum Denton's HPRP, Fabian Buddy Pascoal, menanggapi rencana penggabungan perusahaan-perusahaan pelat merah oleh pemerintah. Tentunya, rencana itu harus diimbangi dengan kemampuan masing-masing BUMN untuk mengeksekusi kegiatan usahanya secara saksama dan menguntungkan, serta adanya kesepahaman bersama para anggota holding akan gambar besar dari maksud pembentukan cluster-cluster ini.

Baca Juga: Erick Thohir Apotek BUMN Tak Naikkan Harga Masker, Asing Ramai-Ramai Sawer saham Kimia Farma

Sebelumnya, BUMN di Indonesia membutuhkan struktur vertikal yang kuat karena masing-masing belum memiliki kemampuan membuat keputusan sendiri dan membutuhkan kepemimpinan di atas yang kuat. Pada kondisi saat ini, cluster-cluster ini kemungkinan besar sudah mampu membuat keputusan sendiri hingga bisa bereaksi lebih cepat dan lincah dalam menanggapi perubahan.

"Organisasi yang bisa survive zaman sekarang bukan lagi organisasi yang paling besar, paling pintar, dan paling kuat. Namun, organisasi yang paling cepat menanggapi perubahan sehingga ia tetap relevan. Organisasi yang besar, dengan kepemimpinan sentralistik, cenderung tidak lincah dalam menghadapi perubahan. Jadi, pembuatan cluster-cluster itu juga merupakan langkah strategis dalam modernisasi organisasi BUMN di Indonesia," jelas Fabian, Kamis (5/3/2020).

Sebelumnya diberitakan bahwa Menteri BUMN Erick Thohir menyatakan bahwa sebanyak 142 perusahaan BUMN akan digabungkan ke dalam 15 sub-holding yang ditangani kedua wakil menteri (wamen) BUMN, di mana setiap wamen akan mengelola tujuh sub-holding. Sementara itu, satu sub-holding tersisa akan terdiri atas BUMN yang tidak sehat. BUMN yang tidak sehat ini kemudian akan dievaluasi kembali apakah akan melakukan merger atau dilikuidasi.

"Namun, pemerintah juga harus memastikan bahwa BUMN-BUMN yang akan menjadi anggota sub-holding benar-benar mampu mengambil keputusan secara mandiri, di mana pelaku-pelaku di dalamnya memiliki loyalitas, integritas, dan kesaksamaan. Jadi, keputusan dibuat berdasarkan informasi selengkap mungkin (duty of care) dan untuk kepentingan perusahaan (duty of loyalty)," lanjut Fabian.

Pembentukan sub-holding BUMN ini juga sempat memicu kekhawatiran beberapa pihak atas dampak negatif yang mungkin bisa terjadi. Sebagai contoh, saat sub-holding BUMN perhotelan dibentuk, beberapa anggota mengeluhkan berkurangnya pendapatan dan menyusutnya aset-aset mereka.

Fabian menilai bahwa hal ini bisa dihindarkan bila Menteri BUMN duduk bersama para pemangku kepentingan dan memastikan bahwa mereka berbagi secara strategis dan sinergis untuk suatu kepentingan dan kebaikan lebih besar (greater good) secara jangka panjang.   

Tiga hal yang harus diperhatikan pemerintah dalam rencana ini adalah bahwa para pemangku kepentingan mengerti big picture-nya, rencana jangka panjang ke depannya, dan juga harus dipastikan bahwa compliance dan good corporate governance mengawal secara berkelanjutan.

"Kekhawatiran adalah hal yang lumrah pada masa transisi organisasi dan menekankan pentingnya kepemimpinan Menteri BUMN dalam memberi pengertian pada semua pihak terkait atas kebaikan bersama yang dimaksud melalui pembentukan sub-holding BUMN ini," tutup Fabian.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Agus Aryanto
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: