Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Tanpa Gudang Penyimpanan, Ketahanan Pangan Lebanon Diuji

Tanpa Gudang Penyimpanan, Ketahanan Pangan Lebanon Diuji Pandangan umum menunjukkan kerusakan akibat ledakan Selasa di kawasan pelabuhan Beirut, Lebanon, 6 Agustus 2020. | Kredit Foto: Reuters/Aziz Taher
Warta Ekonomi, Dubai -

Ledakan dahsyat Beirut menghancurkan satu-satunya gudang penyimpanan besar (silo) biji-bijian Lebanon. Padahal, direktur pelabuhan dan seorang ahli biji-bijian mengatakan kepada Reuters, biji-bijian di gudang penyimpanan pelabuhan Tripoli itu merupakan cadangan pasokan terbesar kedua yang diberikan Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) saat masa krisis. 

Hancurnya silo berkapasitas 120.000 ton dan pelabuhan --sebagai titik masuk utama impor pangan-- menyebabkan rakyat Lebanon harus bergantung pada penyimpanan pribadi mereka yang secara ukuran jauh lebih kecil. Hal itu secara langsung memperburuk ketakutan akan kekurangan pangan.

Baca Juga: Diduga Dalang, Pedemo Unjuk Rasa di Depan Parlemen Lebanon

Lebanon, sebuah negara berpenduduk sekitar 6 juta orang, mengimpor hampir semua gandumnya.

"Ada tempat penyimpanan yang lebih kecil di dalam pabrik sektor swasta karena mereka harus menyimpan gandum sebelum digiling menjadi tepung," Maurice Saade, perwakilan FAO di Lebanon, mengatakan kepada Reuters, Jumat (7/8/2020).

“Dalam hal silo biji-bijian, hanya itu yang utama.”

Ledakan di pelabuhan menyebabkan puluhan orang masih hilang, menewaskan sedikitnya 154 orang, melukai 5.000 warga dan menyebabkan 250.000 penduduk kehilangan tempat tinggal. Lebanon menjadi negara yang telah terhuyung-huyung dari krisis ekonomi dan lonjakan kasus virus corona.

Menteri Ekonomi Raoul Nehme mengatakan Lebanon memiliki sumber daya yang "sangat terbatas" untuk menangani bencana tersebut. Menurut beberapa perkiraan, tragedi itu mungkin merugikan negara hingga 15 miliar dolar AS. 

Kurangnya silo biji-bijian di Tripoli menggambarkan dampak langsung terhadap ketahanan pangan.

Hal itu mencerminkan cacatnya negara karena telah menggunakan rencana darurat ketimbang menyusun solusi jangka panjang. Contoh nyatanya seperti cacatnya pengelolaan sektor listrik, pengumpulan sampah yang berantakan, dan perbaikan tak ada hentinya, sejak akhir perang saudara 1975-1990.

“Tentu saja ini berisiko,” kata Hesham Hassanein, konsultan biji-bijian regional yang berbasis di Kairo, kepada Reuters.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Muhammad Syahrianto
Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: