Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Keluhan PT Perkebunan Nusantara di DPR Harus Ditindaklanjuti Presiden

Keluhan PT Perkebunan Nusantara di DPR Harus Ditindaklanjuti Presiden Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Direktur Utama PT Perkebunan Nusantara III (Persero) Muhammad Abdul Ghani mengeluhkan jatah kuota impor gula yang didapat perusahaannya. Ia menuturkan sebagai perusahaan BUMN, perusahaannya hanya mendapat 2 persen dari total kuota impor.

Padahal, PTPN memproduksi sekitar 50 persen dari total gula kristal putih (GKP) di Indonesia. Keluhan tersebut terlontar dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR RI, Senin (21/06/2021) kemarin.

PTPN III pun meminta keberpihakan DPR untuk menambah kuota impor gula rafinasi. Karena, saat ini 90 persen impor dilakukan perusahaan swasta tanpa kebun dan 8 persen lainnya diimpor perusahaan swasta dengan kebun sendiri.

Menanggapi hal itu, Ketua DPD Asosiasi Petani Tebu Republik Indonesia (APTRI) PTPN XI Jawa Timur, Sunardi Edy Sukamto menilai apa yang disampaikan Dirut PTPN III ke DPR itu memang merupakan fakta yang tak terbantahkan.

"Carut marut masalah gula wujud gagalnya pemerintah karena di kendalikan oleh "hantu". RDP yang dilakukan holding PTPN III dengan DPR RI sebagai curhatan nyata dan bahkan sudah berlangsung sangat lama," ungkap Edy kepada wartawan, Selasa (22/06/2021).

Edy juga mengakui bahwa persoalan impor sudah lama menjadi ladang bisnis yang jadi celah bagi "klik-klik" swasta untuk turut mendapatkan kuota impor.

"Sekarang tinggal Presiden mau serius apa tidak menyelesaikan masalah gula ini. Karena kepanjangan tangan presiden dan instrument yang dibuat tidak tegas dalam mendukung swasembada gula nasional," tandasnya.

Jika negara dalam hal ini pemerintah dan DPR memiliki komitmen dan keberpihakan semestinya BUMN yang concern mengurusi soal gula menjadi prioritas. Kenapa PTPN maupun RNI tidak dikasih ijin import kalaupun dikasih sangat-sangat kecil sekali.

"Tentunya ini adalah game, tidak bakalan DPR RI yang notabenenya merupakan kepanjangan partai politik setuju. Meski BUMN menyumbang deviden ke negara selain pajak. Sehingga jaringan kementerian berbasis pangan dan industri hilirnya diminta oleh partai pendukung presiden terpilih," sesalnya.

Padahal, menurutnya, jika kuota impor gula diserahkan ke BUMN tata kelola industri gula tanah air bisa menjadi lebih baik lagi. Bisa diurai dengan jelas kalau import diserahkan BUMN tidak akan ada fee yang bisa didistribusikan. Sehingga sasarannya adalah swasta yang bisa lebih leluasa mengatur semuanya.

APTRI juga mendukung apa yang disampaikan Dirut Holding perkebunan bahwa Presiden Jokowi diharapkan tegas dan serius. Sebab gula merupakan barang yang diawasi oleh negara, pemerintah harusnya punya peran dominan mengawal masalah jatah impor gula ini.

"Waspadai kelompok tertentu yang pura-pura setuju dengan program capaian swasembada namun membuat jaringan-jaringan kuat untuk melumpuhkan program itu sendiri. Gula adalah produk politik dan manis," ujarnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Bagikan Artikel: