Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Timur Tengah Jadi Arena Perang Drone yang Sulit Ditebak, Bagaimana Mengawasinya?

Timur Tengah Jadi Arena Perang Drone yang Sulit Ditebak, Bagaimana Mengawasinya? Sebuah kendaraan tak berawak General Atomics MQ-20 Avenger kembali ke El Mirage Airfield, California 24 Juni 2021. MQ-20 berhasil berpartisipasi dalam Bendera Oranye 21-2 Pangkalan Angkatan Udara Edwards untuk menguji Sistem Inti Otonomi Skyborg. | Kredit Foto: General Atomics
Warta Ekonomi, Washington -

Akhir pekan lalu, AS melancarkan serangan udara terhadap kelompok-kelompok militan yang didukung Iran dekat perbatasan Irak-Suriah. Menurut sebuah pernyataan yang dikeluarkan pejabat pertahanan AS, serangan itu adalah pembalasan atas serangan pesawat tak berawak yang dilakukan terhadap pasukan Amerika di wilayah Irak.

Militer AS mengatakan, bahwa drone, yang dalam istilah militer disebut Unmanned Aerial Vehicles (UAV), telah digunakan menyerang personel mereka setidaknya lima kali sejak April lalu. Dalam serangan terbaru, sebuah drone bersenjata diledakkan di ruang makan yang digunakan oleh warga Amerika di dalam bandara Baghdad. Serangan drone lain merusak hanggar Amerika di Irak utara.

Baca Juga: Drone Skyborg Militer Amerika Sukses Lakukan Penerbangan Kedua, Jenderal Ini Sampaikan...

Serangan dengan pesawat tak berawak memang makin sering terjadi di kawasan Timur Tengah, tidak hanya oleh militer untuk menyerang lawan, melainkan juga oleh aktor non-negara di sana, seperti kelompok milisi di Irak, Yaman, dan Suriah.

Penelitian Institut Studi Politik Internasional (ISPI) yang berbasis di Milan menunjukkan bahwa negara-negara Timur Tengah (tidak termasuk Israel) menghabiskan setidaknya 1,5 miliar dolar AS untuk membeli drone militer selama lima tahun terakhir.

Drone menjamin keunggulan dari udara

Di Timur Tengah, Israel adalah pembuat drone paling canggih. Tetapi Israel jarang memberikan atau menjual teknologinya kepada negara lain, apalagi yang dianggap berpotensi menjadi musuh. Kebanyakan drone di kawasan ini berasal dari Turki, Iran, Uni Emirat Arab, dan Cina sebagai pemasok drone utama.

Iran memiliki salah satu program drone terlama, kata peneliti ISPI Frederico Borsari. Terhambat oleh sanksi internasional dan kesulitan merawat atau memperbarui pesawat-pesawat tempurnya, Iran telah lama memahami bahwa drone dapat menambah kekuatan udara mereka, kata Borsari.

Penyaluran drone ke Timur Tengah "berbahaya karena mengubah hierarki militer di kawasan itu," kata Fabian Hinz, analis Timur Tengah yang berbasis di Berlin dan fokus pada drone dan rudal balistik."

Sebelumnya, Anda bisa memprediksi konflik, misalnya negara ini memiliki begitu banyak pesawat dan pelatihan sebanyak ini, sehingga dapat diperkirakan seberapa kuat mereka. Tetapi drone dan rudal balistik mengaburkan semua analisis itu.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: