KOL Stories x Arto Biantoro: Rumus Membangun Branding Buat Usaha Kecil
Setelah melalui proses tadi, barulah kita masuk ke brand strategi. Ada enam poin yang paling sederhana, antara lain target market, benefit yang kita berikan kepada konsumen, persepsi seperti apa yang kita sampaikan, janji apa yang ingin kita sampaikan, value dari bisnis kita, dan terakhir adalah personality. Brand strategi harus menjadi pegangan dari bisnis kita.
Bagaimana cara untuk melakukan branding dengan biaya murah, tapi tepat sasaran? Sebaiknya berapa besar alokasi dana untuk melakukan branding?
Tadi saya sudah jelaskan di awal ketika menciptakan brand maka menciptakan persepsi, dan ketika menciptakan persepsi maka akan menciptakan loyalitas. Kalau kita usaha dan dikenal di kompleks perumahan, kita bisa bilang brand yang kita miliki sangat terkenal. Namun, ketika pindah ke kompleks sebelah, tidak akan terkenal. Kita harus ubah cara berpikir kita, dari bagaimana caranya brand bisa dikenal, tetapi seberapa besar pasar yang kita targetkan di tahap pertama ini. Kalau budget kita Rp1 juta, kita harus fokus ke satu segmen dahulu. Namun jika berbicara angka, sebenarnya 10 persen dari total omzet yang mau kita hasilkan.
Baca Juga: KOL Stories x Bekti Sutikna: Niat Jadi Trader, Sudah Tahu Aturan Mainnya Belum?
Apa bedanya branding produk dan branding perusahaan? Mana yang lebih penting untuk difokuskan terlebih dahulu?
Ini disebut sebagai umbrella brand strategy. Jadi di dalamnya masing-masing perusahaan punya pendekatan yang berbeda. Pertama, monolithic brand strategy, dengan menggunakan satu nama untuk seluruh lini bisnis mereka. Kedua, multi-brand strategy, bagi yang memiliki beberapa brand dalam satu grup, kalian bebas menggunakan cara yang mana saja. Namun, ada risikonya.
Perusahaan yang melakukan mono brand strategy, jika sudah memiliki nama yang baik, akan lebih mudah mengembangkan karena sudah dikenal konsumen. Namun, jika satu brand sudah rusak, lainnya akan ikut rusak. Untuk multi-brand strategy, jika salah satu tidak berhasil, akan mudah menutupnya dan tidak merusak yang lainnya. Kekurangannya adalah pendaftaran namanya yang banyak dan manajemen yang lebih sulit karena setiap brand didaftarkan dengan nama yang berbeda.
Menurut Anda, saat ini trend branding seperti apa yang marak diadopsi oleh brand?
Sebenarnya tidak ada trend branding, melainkan tren usaha. Tren usaha itu yang sedang popular coffee shop atau bisnis masker. Brand itu mengikuti visi misi si owner. Kadang-kadang visi misinya sangat old school sekali. Selama ada pasarnya, kita selalu bisa buat usaha berbasis brand. Untuk di daerah sendiri, sedang terjadi peningkatan tren artisanal brand. Brand semacam ini memproduksi barang dengan jumlah terbatas dan harga yang jauh lebih tinggi karena value-nya juga lebih tinggi ketimbang produk non-artisan.
Sebagai penutup, adakah yang ingin Anda sampaikan?
Suka tidak suka, kita hidup di dunia brand. Mulai dari bangun tidur hingga mandi menggunakan sabun merek apa, kemudian mengenakan baju merek apa, dan pergi ke kantor juga menggunakan mobil dengan merek tertentu, itu semua persoalan merek. Terkadang kita berpikir tidak penting, tetapi secara tidak sadar kita lebih memilih satu merek yang harus kita pakai.
Kalau kita bisa melihat itu, kita harus sadar untuk mempelajari brand. Merek itu sendiri bisa menjadi masa depan layaknya menabung emas. Ketika kita membangun usaha berbasis brand hingga bertahun-tahun kemudian, bisa jadi brand menjadi investasi bagi anak-anak kita. Jadi mulailah belajar mengenai brand.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Patrick Trusto Jati Wibowo
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: