Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Maaf Pak Gatot, Sepertinya Anda Gagal Kalau Soal Ini

Maaf Pak Gatot, Sepertinya Anda Gagal Kalau Soal Ini Kredit Foto: Twitter/Gatot Nurmantyo

Selain itu, Gatot turut mengutip pendapat ekonom senior Rizal Ramli yang menyatakan, ketentuan PT telah memunculkan fenomena pembelian kandidasi (candidacy buying). Dia mengkisahkan kandidasi yang pernah dialami RR, sapaan Rizal Ramli, pada 2009 silam. Rizal Ramli pernah ditawari oleh salah satu parpol untuk berkontestasi, tapi harus membayar sebesar Rp 1 triliun.

Dia lantas menyebut, seharusnya persyaratan pencalonan presiden dan wakil presiden digolongkan sebagai close legal policy.

Pasalnya, UUD 1945 telah menentukan pembatasan atau syarat pencalonan. Sementara, berdasarkan preseden putusan hakim, ketentuan disebut sebagai open legal policy apabila memenuhi syarat; (1) norma tersebut tidak dirumuskan secara tegas (expressis verbis) dalam UUD 1945; atau (2) norma tersebut didelegasikan untuk diatur lebih lanjut dalam UU.

"Ketentuan presidential threshold tidak memenuhi kedua syarat tersebut, sebab Pasal 6A ayat (2) UUD 1945 telah terang mengatur persyaratan pengusulan calon presiden dan wakil presiden,” tutur mantan Kepala Staf TNI Angkatan Darat itu.

Baca Juga: Faizal Assegaf Skakmat Menko Luhut: Anda Norak dan Kampungan

Sementara itu, Refly menilai, PT cuma menjadi tiket oligarki untuk memenangkan kontestasi secara mudah dan murah. Itu, sudah lama dia sadari. Karenanya, sebanyak 13 kali Refly mengajukan uji materi mengenai PT ke MK. Namun sayangnya tidak pernah dikabulkan.

Dia menduga gugatannya selalu ditolak bukan karena minim argumentasi konstitusional. Tapi cengkraman dan kekuatan oligarki terlalu kuat.

“Sampai ke relung kekuasaan yudikatif, saya bicara apa adanya, karena bagi oligarki presidential threshold itu adalah tiket untuk memenangkan kontestasi secara mudah dan murah,” ucap Refly.

Gatot bukan orang pertama yang menggugat PT. Dalam waktu sepekan, aturan pencapresan ini telah empat kali digugat.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Adrial Akbar

Bagikan Artikel: