Bersiap Picu Kontroversi, Pameran Baru Belanda Mengkaji Kemerdekaan Indonesia
Video pasukan Belanda mengawasi pembakaran rumah di sebuah desa Indonesia diputar di salah satu ruangan Museum Rijks di Amsterdam. Beberapa meter jauhnya, pakaian bayi yang dijahit dari sampul buku --satu-satunya potongan kain yang bisa ditemukan ibu-- diletakkan.
Pajangan, yang menampilkan dua elemen penderitaan yang berbeda, merupakan bagian dari pameran baru di museum nasional Belanda. “Revolusi! Indonesia Merdeka” menyajikan pandangan yang beragam tentang lahirnya kekerasan bangsa Asia Tenggara dari abu Perang Dunia II dan tiga abad pemerintahan kolonial.
Baca Juga: Belanda Marah-marah hingga Laporkan Sejarawan Indonesia ke Polisi karena Pendapat Ini
"Susunan pakaian bayi 'tidak menunjukkan kekerasan secara langsung, tetapi dampak tidak langsung dari kekerasan inilah yang ditunjukkan oleh benda-benda ini,'" direktur museum Taco Dibbits mengatakan kepada Associated Press, Rabu (9/2/2022).
Perang Kemerdekaan Indonesia ditampilkan melalui mata 23 saksi, mulai dari seorang anak laki-laki Indonesia dengan sekotak cat air yang secara diam-diam melukis gerakan pasukan di kota kelahirannya hingga gambar ikonik fotografer terkenal Henri Cartier-Bresson tentang Presiden Sukarno yang dilantik menjadi kantor di Istana Sultan keraton di Yogyakarta pada tanggal 17 Desember 1949.
Pameran ini meliputi lukisan, propaganda, video, dan foto-foto transformasi rusuh Hindia Belanda menjadi Indonesia.
Pertunjukan tersebut adalah bagian dari pemeriksaan Museum Rijks terhadap masa lalu kolonial Belanda yang tahun lalu menampilkan pameran besar tentang peran negara itu dalam perdagangan budak global.
“Jika melihat sistem pendidikan Belanda, kemerdekaan Indonesia digambarkan dari perspektif Belanda, dan kami merasa sangat penting untuk terus memperluas sejarah kami,” kata Dibbits.
Pameran yang akan keliling Indonesia tahun depan ini dirangkai oleh empat kurator, dua dari Belanda dan dua dari Indonesia.
Salah satu kurator Indonesia, sejarawan Bonnie Triyana, bulan lalu memicu kontroversi ketika mengkritik penggunaan kata “bersiap” dalam pameran.
“Jika kita menggunakan istilah ‘bersiap’ secara umum untuk merujuk pada kekerasan terhadap Belanda selama revolusi, itu berkonotasi sangat rasis,” tulisnya di surat kabar Belanda NRC Handelsblad.
Kata, yang berarti “bersiaplah”, sering digunakan di Belanda untuk merujuk pada kekerasan yang dilakukan oleh orang Indonesia pada masa-masa awal perjuangan kemerdekaan segera setelah berakhirnya Perang Dunia II.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: