Menteri Perdagangan RI, Muhammad Lutfi, menyatakan bahwa kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO) telah dicabut seiring dengan pencabutan kebijakan Harga Eceran Tinggi (HET) minyak goreng.
"DMO telah dicabut. Selanjutnya, untuk memastikan bahan baku tidak keluar, pungutan ekspor akan ditingkatkan," ujar Lutfi dalam Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR RI terkait Pembahasan Mengenai Harga Komoditas dan Kesiapan Kementerian Perdagangan dalam Stabilisasi Harga dan Pasokan Barang Kebutuhan Pokok Menjelang Puasa dan Lebaran, dilansir dari laman Majalah Sawit Indonesia pada Selasa (22/3/2022).
Baca Juga: Ini Alasan Kemendag Berlakukan Kebijakan DMO, DPO, dan HET
Lebih lanjut disampaikan Lutfi, saat harga CPO berada di atas level US$1.000 per ton, akan ada tarif flat sebesar US$175. Setiap kenaikan harga CPO sebesar US$50 per ton, akan ada kenaikan tarif sebesar US$20 per ton untuk CPO.
"Jadi, tarif pungutan ekspor ditambah bea keluar dari semula US$375 per ton akan menjadi US$675 per ton. Dengan pungutan dan bea keluar tadi akan lebih untung menjual di dalam negeri daripada ekspor. Karena ini mekanisme pasar, harapannya menjaga kestabilan pasokan dalam negeri," ungkap Lutfi.
Lebih lanjut disampaikan Lutfi, pencabutan DMO sedang proses harmonisasi. "Hari ini (17 Maret 2022), aturan pencabutan DMO segera diundangkan. Tidak ada lagi yang meminta persetujuan ekspor ke Kemendag. Begitu mau ekspor dipotong US$675 per ton," kata Lutfi.
Lutfi mengatakan, jika sebelumnya pengusaha mendapatkan keuntungan US$1.400 per ton, akan turun karena dipotong US$675 per ton.
"Kejadian harga US$1100–US$1400 ini kejadian sekali seumur hidup. Policy ini berorientasi pasar. Ini menunjukkan berat sama dipikul ringan sama dijinjing," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ellisa Agri Elfadina
Editor: Puri Mei Setyaningrum