Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Jadi Kambing Hitam Banjir Kutai, Perusahaan Milik Keluarga Bakrie: Justru Air . . .

Jadi Kambing Hitam Banjir Kutai, Perusahaan Milik Keluarga Bakrie: Justru Air . . . Kredit Foto: Bumi Resources

Kronologi

Ia menyampaikan bahwa pada tanggal 18-20 Maret 2022, ada dua kondisi yang memicu banjir besar, di DAS Sangatta, yakni curah hujan yang sangat tinggi mencapai 167 mm per hari dengan air pasang yang naik mencapai lebih dari 2,5 meter. Hal ini membuat air hujan yang deras tidak dapat mengalir ke laut dan membanjiri sepanjang sempadan sungai Sangatta. 

“Pantauan kami di outlet PSS Bendili, justru air dari arah sungai Sangatta masuk ke sungai Bendili dan tertahan lama tidak mengalir keluar sehingga volume lebih besar dari biasanya,” ucap Wawan.

Sehingga, lanjut Wawan, anggapan bahwa luas area bukaan KPC meningkatkan volume air menuju sungai dan menyebabkan banjir saat hujan terjadi tidaklah benar. 

Baca Juga: Ingin Kembalikan Hutan Hujan Tropis Kalimantan, Jokowi Tanam Pohon Meranti Merah di Titik Nol IKN

Pasalnya, seluruh air hujan yang jatuh ke area terbuka KPC telah ditampung di kolam-kolam pengendap dan dikontrol baik kualitas maupun kuantitas airnya. Selain melakukan pengelolaan air tambang, KPC juga melakukan reklamasi lahan bekas tambang secara progresif. Dari 32,542 hektar lahan yang ditambang, sebanyak 13,267 hektar (40,77%) telah direklamasi kembali. Sejak tahun 2014 luasan target reklamasi KPC selalu di atas 1000 hektar.

Malahan, Ia menyebut bila perusahaan berkomitmen menjaga kualitas air di Sangatta dan Bengalon karena karyawan KPC dan kontraktornya yang berjumlah 27 ribu mayoritas karyawan tinggal di Sangatta dan Bengalon mengkonsumsi air dari sungai tersebut. 

“Untuk itu kami menjaga kualitas air Sangatta dan Bengalon seperti halnya menjaga keluarga dan diri kami sendiri,” tutupnya.

Sebelumnya, Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim menuding bila penyebab banjir besar selama tiga hari di Kutai Timur itu diduga akibat aktivitas pembongkaran kawasan hutan serta perbukitan oleh perusahaan batu bara PT Kaltim Prima Coal (KPC).

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri

Bagikan Artikel: