Menteri BUMN, Erick Thohir kesel banget menyaksikan kelangkaan minyak goreng alias migor yang berkepanjangan. Dengan tegas, Erick pun menyentil pihak swasta yang mementingkan keuntungan semata.
Sentilan Erick itu disampaikan melalui sebuah video yang dibagikan Kementerian BUMN, kemarin. Awalnya, Erick masih bisa berbicara lembut. Dia menyatakan, sangat mengetuk swasta untuk punya komitmen penuh dalam pemberian minyak goreng ke rakyat. Sebab, mereka sudah mendapat banyak berkah dari kekayaan alam Indonesia.
Setelah itu, Erick mengeluarkan sikap tegas. “Ketika ada ini (kelangkaan), swasta ikut bertanggung jawab. Jangan menjadi orang asing," tegasnya.
Erick bilang, pengusaha itu sudah banyak mendapat keuntungan dari berbisnis kelapa sawit. Maka, sepantasnya mereka turut membantu menyelesaikan permasalahan migor di dalam negeri.
"Jangan menjadi orang asing, menjadi orang asing ketika kayanya dari sumber alam Indonesia, tapi ketika rakyat membutuhkan tidak hadir," sindir Erick.
Dia lalu menjelaskan struktur penguasaan sawit dalam negeri. Kata dia, perusahaan BUMN dalam hal ini PTPN (PT Perkebunan Nusantara) hanya menguasai 4 persen lahan perkebunan sawit di Indonesia.
Jika ditambah lahan milik petani, total perkebunan sawit yang digarap PTPN cuma 7 persen. Sisanya, dikuasai swasta.
Karena kondisi ini, Erick berulang kali mengingatkan swasta untuk ikut menyelesaikan persoalan migor di Tanah Air. "Nah, yang mayoritas dari swasta. Karena itu, sejak awal dari beberapa bulan lalu, saya mengetuk hati swasta," imbuhnya.
Saat ini, PTPN hanya mampu memproduksi seperempat kebutuhan migor murah untuk rakyat. Padahal, migor bukan domain PTPN. Namun, hal itu tetap dilakukan demi mengurangi beban masyarakat. "BUMN berkomitmen mendukung upaya Pemerintah menstabilkan harga dan menjaga ketersediaan stok minyak goreng," ujarnya.
Kelangkaan migor berlangsung sejak akhir 2021. Harga komoditas itu melonjak hingga di atas Rp 20 ribu per liter. Pemerintah sempat mengeluarkan solusi dengan menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk migor kemasan sederhana Rp 13.500 per liter, kemasan premium Rp 14 ribu per liter, dan curah Rp 11.500 per liter. Namun, keberadaan migor justru sulit ditemukan. Beberapa perusahaan terbukti menimbun migor karena harga yang ditetapkan Pemerintah jauh lebih rendah dari keekonomian.
Tak lama setelah itu, Pemerintah menghapus aturan HET untuk migor kemasan. Sebagai gantinya, Pemerintah memberikan subsidi untuk migor curah dengan HET Rp 14 ribu per liter. Sejak saat itu, migor kemasan kembali membanjiri pasar, tapi harganya melonjak. Sedangkan migor curah masih sulit dicari.
Untuk mengusut adanya mafia migor ini, Kapolri Listyo Sigit Prabowo bersama Kementerian Perindustrian (Kemenperin) sudah membentuk Satuan Tugas (Satgas) Gabungan mengawasi proses produksi dan distribusi migor curah. Satgas ini ditempatkan mulai di level produsen, kantor pusat, sampai di pasar-pasar.
Kata Sigit, Satgas tersebut akan memelototi proses produksi hingga distribusi selama 24 jam. Diharapkan, upaya ini bisa memastikan kebijakan migor curah yang dirancang Pemerintah berjalan dengan baik. Pengawasan juga dilakukan untuk meyakini perusahaan migor bahwa Pemerintah benar-benar akan membayar subsidi atas program yang dilakukan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Boyke P. Siregar
Tag Terkait: