Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kolaborasi Stakeholder Perkelapasawitan Lewat RAN KSB

Kolaborasi Stakeholder Perkelapasawitan Lewat RAN KSB Kredit Foto: Antara/Wahdi Septiawan
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pemerintah Indonesia telah menetapkan sistem sertifikasi sebagai salah satu syarat wajib untuk memperbaiki tata kelola kelapa sawit berkelanjutan. Dukungan kerja sama dan kolaborasi stakeholder perkelapasawitan diperlukan untuk percepatan implementasi Permentan Nomor 38/2020 tentang Penyelenggaraan Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia.

Hal ini disampaikan oleh Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan (PPHBun) Kementerian Pertanian, Dedi Junaedi. Tidak hanya itu, sinergi dan kolaborasi stakeholder perkelapasawitan juga diperlukan untuk memperkuat kemitraan antara pekebun sebagai pemasok tandan buah segar (TBS) dan perusahaan sebagai pengolah TBS menjadi minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO).

Baca Juga: Impor Minyak Sawit ke India Diperkirakan Menurun, Mengapa?

Apalagi, kondisi saat ini di mana harga TBS sawit produksi petani sawit dari berbagai daerah di Indonesia mengalami penurunan. Bahkan, banyak laporan yang menyampaikan bahwa ada sejumlah pabrik kelapa sawit (PKS) yang akhirnya tutup dan tidak beroperasi untuk beberapa waktu.

Perlu diketahui, saat ini terdapat lebih dari 1.200 PKS tanpa kebun yang ada di seluruh Indonesia. Dedi menegaskan, PKS tanpa kebun tidak dibenarkan melakukan diskriminasi harga pembelian TBS sawit.

Lebih lanjut disampaikan Dedi yang juga merupakan Ketua Sekretariat Tim Pelaksana Rencana Aksi Nasional Kelapa Sawit Berkelanjutan (RAN KSB), RAN KSB menjadi media yang tepat untuk mengetahui berapa jumlah pekebun, apa langkah yang diambil untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitas para pekebun, termasuk agar bisa bekerja sama dengan PKS.

"Ke depan akan terus diperbaiki seluruh sektor, baik hulu maupun hilir, agar kalau ada persoalan bisa diatasi segera sehingga tidak menimbulkan banyak kerugian," kata Dedi.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ellisa Agri Elfadina
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: