Berdasarkan data yang dihimpun dari Global Youth Tobacco Survey, Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) dan Sentra Informasi Keracunan Nasional (Sikernas) Badan Pengawas Obat dan Makanan mencatat bahwa tiga dari empat orang mulai merokok di usia 20 tahun ke bawah.
Sementara anak yang merokok, menunjukkan kenaikan angka sejak tahun 2013 yang berada di 7,20 persen, kemudian naik menjadi 8,80 persen di 2016, lalu 9,10 persen di 2018, dan 10,70 persen di tahun 2019.
Baca Juga: 30% Kehamilan Tak Diinginkan Terjadi di Indonesia, BKKBN Siapkan Langkah Strategis, Simak!
Berdasarkan kalkulasi angka anak yang merokok dari tahun ke tahun, di Indonesia sendiri perokok anak diproyeksikan akan ada di angka 16 persen pada tahun 2030 mendatang.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo memaparkan bahwa pihaknya akan mendukung segala gerakan yang mampu menurunkan angka perokok di usia anak.
Dia memaparkan, bahwa rokok mampu menimbulkan kelahiran bayi dengan risiko stunting yang cukup besar. Berdasarkan data yang diperoleh, presentase lahirnya anak stunting karena rokok, lebih besar dari pada risiko lainnya.
Baca Juga: Jadi Tersangka Kasus Tewasnya Brigadir J, Bharada E Beberkan Pengakuan Mengejutkan!
“Kita ini melihat bahwa bayi yang lahir panjang badan kurang dari 48 sentimeter masih 22,6 persen. Menurut Riskesda 2018 yang lahir prematur masih 29,5 persen. Cukup tinggi. Sementara pengaruh rokok itu terbukti kan semua sepakat dari hasil katakan lah dari meta analisa atau statistika review itu semua menunjukan bahwa pengaruh rokok adalah janin tumbuh lambat. Secara ilmiah antara rokok dan pertumbuhan janin ini sudah terbukti dan sangat signifikan,” ujar Hasto dalam keterangan tertulisnya, Kamis (4/8/22).
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Andi Hidayat
Editor: Aldi Ginastiar